Identitas
Buku:
Judul : Teologi Kontemporer (Ilmu Atau
Praduga?)
Penulis : Prof. Dr. Eta Linnemann
Penerbit : Departemen Literatur PPII
Cetakan : Tahun 2006
Halaman : 208
Pendahuluan
Teologi Kontemporer memiliki asal
mulanya yaitu bukan sebuah wahyu Allah dalam Alkitab melainkan filsafat. Para
tokoh penggagas teologi kontemporer memiliki pengaruh pada kurun waktu tertentu.
Munculnya tokoh ini terjadi secara terus menerus, dan dasar teologi yang
dimiliki tetap sama. Teologi kontemporer memiliki sifat yang khas yakni:
·
Teologi
Kontemporer bersifat teologi universitas (Universitas adalah sebuah sekolah,
tujuannya bukan mempersiapkan orang untuk melayani atau bekerja, melainkan hanya
ingin mengetahui untuk mengetahui yaitu, makan buah dari pohon pengetahuan.
Jadi, hasil pelajaran universitas ini tidak sesuai dengan kebutuhan gereja dan
masyarakat.
·
Semua yang
disebut teologi kontemporer adalah teologi hitoris – kritis (ini di dasarkan
atas keputusan, melihat Alkitab sebagai dokumen sejarah agama kuno yang harus
dinilai dan dikritik oleh akal manusia).
·
Teologi
kontemporer tidak berdasar pada Alkitab.
·
Teologi
Kontemporer (Yang disebut) Teologi Historis – Kristis atau Teologi Modern
adalah bidat.
Bagian Pertama: Dasar Teologi
Kontemporer
Teologi
Skolastik sebagai Permulaan Teologi Universitas
Filsafat Aristoteles menjadi “Dasar
Teologi” kedua di samping Alkitab.
Akar univeitas adalah Kekafiran, filasaf mereka menghubungkan Alkitab dan filsafat, sehingga Alkitab tidak lagi sebagai satu – satunya pusat teologi dan pikiran orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Alkitab hanya dilihat mempunyai wibawa dan menjadi sumber pengetahuan tentang keselamatan dan hidup yang baik dalam kehidupan Kristen, sedangkan Aristoteles dipandang sebagai sumber pengetahuan duniawi, pengetahuan ilmu alam, ilmu sosial dan lain – lain. Sejak saat itu Alkitab tidak dianggap lagi berwewenang dalam bidang ilmu pengetahuan, melainkan mengantinya dengan filsafat Aristoteles menjadi ratu ilmu pengetahuan. Para teolog pada abad pertengahan, misalnya Thomas Aquinas (1224 – 1274), dan John Duns Scotus (1266 – 1308), berusaha menghubungkan kedua kutub tersebut (Alkitab dengan filsafat) seperti arus listrik dalam lampu pijar, dan mencoba menyesuaikan pikiran kafir dengan kepercayan Kristen.
Fisafat
adalah pikiran manusia, dan manusi penuh kekhilafan, Aristoteles
mengajarakan bahwa bumi itu berbentuk seperti piring, dan langit seperti sebuah
set dari tujuh pinggan (seperti dari gelas), dan bintang – bintang dilekatkan
pada pinggan – pinggan yang berputar itu. Gambaran dunia itu tentu salah, dan
tidak demikian gambaran dunia menurut Alkitab. Tetapi oleh karena abad
pertengahan itu para teolog mencampur ajaran Alkitab dengan filsafat
Aristoteles, akibatnya timbullah pikiran bahwa gambaran dunia yang dibuat oleh
Aristoteles dan kemudian disempurnakan oleh Plolemaus bersifat gambaran dunia
kuno secara umum, yang juga dipakai dalam Alkitab. Oleh sebab itu para teolog
historis – kritis berpikir, bahwa Alkitab PL dan PB menganut gambaran dunia
kuno yang tidak bersifat realistis, melainkan bersifat mistis, maka harus
didemitologisasikan.
Filsafat
mulai menguasai teologi, pada abad pertengahan Alkitab masih dinilai
berwibawa, tetapi teolog yang mau menggunakan filsafat yang sebenarnya kafir
itu, berusaha untuk membuktikkan bahwa tidak ada pertentangan antara firman
Tuhan dengan filsafat Aristoteles. Mereka memiliki usaha untuk mendamaikan yang
tidak bisa didamaikan. Filsat kafir dipandang sebagai pembantu sedangkan
teologi dipandang sebagai tuan rumah. Tetapi dalam hal ini tidak lama kemudian
ternyata bahwa sebenarnya filsafat memerintah dirumah itu, sedangkan teologi,
sesungguhnya tidak lagi berkuasa.
Apa
yang dicari filsafat ada di dalam Kristus, filsafat Kristen adalah satu
istilah yang dibuat dari dua hal yang sangat kotradiktif. Kalau ini sungguh –
sungguh filsafat, berarti mencari kebijaksanaan, mencari hikmat, dan mencari
kebenaran. Orang Kristen mengetahui bahwa semua yang dicari filsafat, seperti
apa yang hendak diperoleh dari usaha manusia, telah ada di dalam Yesus. Jadi
orang Kristen tidak mencari hikmat dan kebenaran melalui filsafat.
Konsep Humanisme manusia sebagia
ukuran segalanya.
Humanisme telah memutuskan untuk memandang manusia
sebagai ukuran atau kaidah segala sesuatu. Hal ini berarti menarik mundur dari
Allah, dan juga penolakan terhadap Allah yang Mahakuasa. Meskipun demikian pada
permulaan humanism sebagian besar humanis masih beribadah dan saleh, walaupun
bukan orang yang percaya sungguh – sungguh. Mereka berbicara tentang Allah dan
memakai namaNya, tetapi apa yang mereka perkatakan tidak berdasarkan firman
Allah.
Filsafat pencerahan menjadi dasar
pikiran teologi historis – kritis
Pada filsafat pencerahan dapat dikatakan bahwa
pencerahan tidak membawa sesuatu yang pada dasarnya baru, melainkan hanya
meneruskan yang telah dimulai pada humanism serta menjelaskan ketentuan
pelaksanaan yang terinci. Ada ada beberapa tokoh filsafat pencerahan yakni:
·
Francis Bacon
(1561 – 1624), seorang filsuf Empirisme
Bacon menulis “Segala kebenaran hanya diperoleh secara induktif”,yaitu
melalui pengalaman dan pikiran yang didasarkan atas empiris dan melalui
kesimpulan dari yang khusus kepada yang umum.
·
Thomas Hobbes
(1588 – 1679), seorang filsuf Materialisme (Hobbes berpikir bahwa, semua ide
dan pikiran adalah kesan panca indera. Dia mengaakan “Tidak ada satu konsep pun
yang sebelumnya tidak dimulai dari panca indera, baik seluruhnya ataupun
sebagian.”
·
Rene descrates
(1596 – 1650), seorang Filsafat Rasionalisme (Descrtes berkata “Kalau saya ragu
– ragu, saya berpikir dan kalau saya berpikir, pasti saya ada (cogito, ergo
sum).
·
Baruch Despinoza
(1632 – 1677), seorang ahli filsafat Rasionalisme (Memisahkan Alkitab dari
kebenaran Ia mendalilkan “Semua kebenaran dapat diketahui secara sistematis”.
·
David Hume (1711
– 1776), seorang ahli filsafat Empirisme Skeptik (Hume memilih sebuah prinsip
dasar pemikiran, yaitu prinsip verifikasi secara empiris. Artinya tiap hal
harus diperiksa benar atau tidaknya secara praktis.
·
Immanuel Kant
(1724 – 1804), seorang ahli filsafat Agnostisisme (Immanuel Kant, sesuatu yang
menampakkan diri bagi akal manusia dinamai fenomen. Sedangkan sesuatu yang
berada dalam dirinya sendiri dinamai noumenon. Menurut Kant, selamanya manusia
tidak tahu – menahu realitas seperti dalam dirinya sendiri).
Konsep Idealisme – Ide Kemajuan
Filsafat
idealism adalah filsafat sejarah, pikiran
megenai kemajuan dalam sejarah secara dialektis dihubungkan oleh Hegel dengan
satu pikiran yang diterimanya dari Lessing dan Herder: ide kemajuan tentang
umat manusia, seperti perkembangan manusia pribadi, yaitu seorang bayi
berkembang menjadi anak kecil, anak besar, remaja, pemuda, dan terakhirnya
seorang dewasa. Ada beberapa hal yang sangat berpengaruh dari pikiran Hegel
yakni:
·
Ide kemajuan,
yang telah hilang dari kesadaran umum, masih berkuasa dalam bidang ilmu
pengetahuan. Sejarah ilmu – ilmu dimengerti dan ditulis seperti halnya kemajuan
ilmu terus – menerus.
·
Ide kemajuan
berkembang juga dalam sosialisme – komunisme, yang melalui Karl Marx
dipengaruhi oleh filsafat Hegel.
·
Ide kemajuan
adalah dasar pikiran teologi historis – kritis, khususnya di bidang PL dan PB,
dan juga dalam sejarah agama.
·
Anggapan kemajuan
umat manusia, yaitu gambaran perkembangan alamiah manusia dari masa bayi sampai
masa dewasa, merupakan latar belakang demitologisasi.
·
Ide dialektis
Hegel juga masih ada dalam materialism dialektis.
Jadi, di dalam filsafat Hegel ada hubungan Allah
dengan sejarah. Namun, Allah di sini bukan Allah yang mewahyukan DiriNya
sendiri dalam Alkitab. Allah yang disebut dalam tulisan Hegel hanyalah allah
filsafat.
Soren Aaby Kierkegaard (1813 –
1855) seorang ahli filsafat Eksistensialisme
Tokoh ini mendefinisikan Allah:
“Allah adalah yang lain sama sekali dan yang rupanya bertentangan”. Pertemuan
dengan Allah hanya mungkin secara subjektif dan tidak mempunyai sebab yang
langsung masuk akal, melainkan harus ditangkap dengan loncatan kepercayaan. Menurut
dia, Allah tidak dapat dikenal. Ia beranggapan bahwa kata – kata Alkitab tidak
menjelaskan atau menggambarkan Allah, melainkan haya berarti petunjuk kepada
Dia. Bahkan yang lebih ektremnya ia mengharapkan kedatangan seorang reformator
yang cukup berani melarang manusia membaca Alkitab.
Filsafat Eksistensialisme Martin
Heidegger (1889 – 1976).
Martin
Heidegger, berpikir secara
ontology, berarti tidak hanya mencapai hal – hal yang ada dalam dunia,
melainkan sampai kepada berada. Menurut dia yang diperlukan manusia adalah
pengertian tentang keberadaaannya.
Filsafat Marxisme
Teorinya yang sangat terkenal “Bukannya kesadaran
yang menentukan keadaan manusia, melainkan keadaan dalam masyarakat yang
menentukan kesadaran manusia. Marxime mengatakan bahwa yang paling berharga
bagi manusia adalah kepribadiannya, yang harus dipegang olehnya, atau kalau
telah hilang diperoleh kembali. Ia juga mengatakan bahawa agama adalah candu
bagi rakyat.
Bagian Kedua: Alam Berpikir Teologi
Kontemporer
Cara berpikir Teologi Historis –
Kritis
Para teolog historis – kritis talah mengakui ilmu
pengetahuan yang ateistis dan anti – Kristen itu sebagai satu – satunya jalan
masuk ke dalam firman Allah. Tujuan teologi ini ialah “memahami Alkitab
sepenuhnya dengan daya pikiran sendiri, yang berarti bahwa manusia menjadi
ukuran segala sesuatu.[1] Konsep
dasar historis – kritis Teologi sebagai suatu ilmu pengetahuan, asumsi tentang
Allah, seolah – olah tidak ada Allah. Secara teori, kenyataan Allah
disingkirkan. Istilah kitab Suci tidak dipakai secara mutlak untuk Alkitab
melainakan dipakai secara relative dan mereka memperlakukan Alkitab sama
seperti buku lainnya. Alkitab tidak dihargai sebagai firman Allah, mengenai
mujizat mereka berpandangan bahwa itu hanyalah berisi dongeng, sebab mereka
tidak pernah mendengar hal demikian. Kristis – historis Indonesia mengagap
bahwa ada sejumlah mitologi yang terkandung dalam Alkitab serta menganggap
bahwa Wahyu Allah disangkal sama sekali dan apa yang disampaikan dalam Alkitab
tidak diterima sebagai firman Allah melainkan hanya sebagai pikiran insani
saja.
Historis Kritis juga menganggap
bahwa rasio manusia tidak dapat menjangakau penyataan Allah karena revelation
melampaui pengalaman manusia pada umumnya. Mereka juga tidak mengakui konsep
teologis dalam Alkitab.
Bagian Ketiga: Suatu Contoh Teologi
Kontemporer
Teologi Pembebasan (Benar atau
tidak?)
Menurut para teolog historis – kritis mengenai
teologi pembebasan adalah sebuah teologi yang memperhatikan sistuasi dan
penderitaan orang miskin. Mereka beranggapan bahwa Alkitab mengajarkan tentang
Allah yang membebaskan, Allah yang campur tangan dalam sejarah untuk
mengahancurkan struktur – struktur ketidakadilan. Seperti dalam Keluaran
membebaskan umat Israel dari perbudakan. Allah yang diterima oleh teologi
pembebasan bukan Allah yang hidup yang mewahyukan Diri sendiri dalam firmanNya.
Karena itu tepatlah kalau sebagian di antara para teolog pembebasan
memproklamasikan “Kematian Allah”.
[1]
Hal ini sangat menentang Iman dan kodrat Allah. Allah adalah sumber dari segala
sesuatu, dan ini harus dipahami dengan menggunkan hikmat dari Allah, manusia
tidak mampu menyelami pikiran Allah, apalagi memahami penyataannya dengan
kekuatan pikiran manusia yang penuh dengan ketidaktahuan dan berdosa
dihadapanNya.
0 Comments