ETIKA KONSTEKSTUAL DALAM MASALAH KORUPSI MENURUT PERSEPKTIF KEKRISTENAN

 

    

 

ETIKA KONTEKSTUAL DALAM PENANGANAN MASALAH KORUPSI DI DESA HILIHAMBAWA – NIAS

(KECAMATAN GUNUNGSITOLI IDANOI – KOTA GUNUNGSITOLI -  PROVINSI SUMATERA UTARA)

 

STTIA Taberkanel Indonesia

Yosua Oktapianus Humendru

yosuahumendru@gmail.com

 

Abstrak:

            Korupsi merupakan tindakan melanggar aturan atau norma mengenai kerugian, bisa dalam penggunaan keuangan negara maupun dalam hal suap menyuap dan juga perbuatan curang terhadap individu atau sebuah organisasi. Terjadinya tindakan korupsi ada beberapa faktor penyebab terjadi hal tersebut. Seperti halnya di desa Hilihambawa Kecamatan GunungSitoli Idanoi, telah terjadi kesalahan dalam pengelolaan pembangunan dana desa yang dilakukan oleh pemerintah desa. Untuk itu penulis berusaha untuk mengetahui secara detail faktor penyebab, dan upaya pencegahan korupsi dalam pengelolaan dana desa yang akan ditindaklanjuti ke depan dalam pembangunan desa Hilihambawa. Pemerintah sudah menetapkan UU nomor 20 tahun 2001 mengenai tindak pidana korupsi, jadi semua yang terlibat dalam pemerintahan desa dengan perundang – undangan tersebut sedapat mungkin bisa mangatur dan memanajemen dengan baik. Penulis juga mengaharapkan untuk  pengelolaan dana desa dan penangananan masalah korupsi menurut Etika kekristenan,  sehingga dari kedua hal ini bisa dilihat dari sudut pandang masing – masing mengenai masalah dan penanganannya.

Kata Kunci: Korupsi, Pencegahan Korupsi, Pengelolaan dana desa, Etika Kekristenan

 

Abstract:

Corruption is an act that violates rules or norms regarding losses, both in the use of state finances and in the case of bribes and fraudulent acts against individuals or an organization. The occurrence of acts of corruption has several factors causing this to occur. As in the village of Hilihambawa, Gunung Sitoli District, Idanoi, there has been an error in the management of village fund development carried out by the village government. Legal efforts carried out in detail the causal factors and prevention of corruption in village management which will be followed up in the future development of the village of Hilihambawa. The government has enacted Law number 20 of 2001 regarding the criminal act of corruption, so all those involved in village governance with this law can manage and manage it as best as possible. The author also hopes for the management of village funds and the handling of corruption problems according to Christian ethics, so that these two things can be seen from their respective perspectives - regarding the problem and its handling.

Keywords: Corruption, Corruption Prevention, Village Fund Management, Christian Ethics

 

 

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Korupsi adalah sebuah fenomena yang sudah berkembang di negara Indonesia. Megenai hal korupsi ini, tidak ada definisi tunggal melainkan korupsi berarti menggunakan jabatan atau kedudukan untuk mendapat keuntungan pribadi. Jabatan merupakan sebuah kepercayaan serta kesempatan berharga untuk memimpin dengan baik. Korupsi bisa mencakup dalam kegiatan yang sah dan tidak sah. Terjadi dalam tubuh organisasi, misalnya penggelapan uang atau di luar organisasi misalnya pemerasan. Definisi dari korupsi sesuai dengan bahasa aslinya bersumber dari bahasa latin corrptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi sebaliknya Corruptio dari kata kerja corrumpere, yang berarti; busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, meyogok, orang yang rusak, dipikat  atau disuap. [1]

Perkembangan korupsi di Indonesia, merambat sampai kepada pemerintahan desa. Salah satu desa yang akan dilakukan sebuah penelitian yakni; di desa Hilihambawa. Masyarakat yang hidup disana sudah mengeluh akan kasus korupsi yang berulang kali dilakukan oleh pengurus desa dalam pemanfaatan serta pengelolaan dana desa. Desa Hilihambawa memiliki banyak program desa yang harus dijalankan dan direalisasikan guna, mempermudah masyarakat dalam melakukan akses dari rumah warga ke warga lainnya dan juga untuk mempermudah dalam melakukan akses jalan dalam berkendaraan. Juga masyarakat mengharapkan dana desa tersebut bisa di alokasikan dengan tepat, dengan pengelolaan tersebut, maka yang menikmati fasilitas semua warga desa setempat. Harapan desa setempat bisa dilakukan dengan tujuan yang benar dan sesuai prosedur dari pemerintah.

Salah satu sumber data yang bisa diperoleh, dari rekan pengurus desa sendiri yang ingin mencoba menanyakan dana desa yang sudah beberapa bulan di terima oleh para pengurus desa dalam pembangunan jalan baru. Usaha rekan pengurus desa ini, memiliki kedudukan sebagai BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Beliau langsung melaporkan sekaligus menanyakan kepada kepala camat setempat. Dan sehingga para perangkat camat ikut turun tangan dalam menangani kasus tersebut. Dana desa diduga sudah terselip di tangan pemborong yang melakukan pembangunan desa. Sehingga hal tersebut ditelusuri, dan akhirnya pembangunan jalan diaktifkan serta langsung ditindaklanjutin dengan merekrut anggota dalam membantu pembangunan desa. Alasan yang bisa diperoleh dari pelaku, ketiika dipertanyakan, maka jawaban yang bisa diperoleh yakni:

·         Menunggu waktu yang tepat.

·         Uang dana desa akan direalisasikan kalau semua bahan bangunan sudah lengkap

·         Semua bahan pembangunan masih dalam proses pengusahaan. [2]

 

 

 

 

 

Pembahasan

2.1       Kajian Pustaka/Pengembangan Hipotesis

2.1.1    Definisi Korupsi

Menurut KBBI Korupsi yakni; Penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.[3] Dalam hukum Pidana Korupsi bisa diartika sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Ada beberapa negera yang memiliki pandangan tentang korupsi yakni:[4]

a.    Meksiko Corruption is (acts of dishonesty such as bribery, graft, conflict of interst negligence and lock of efficiency of favors). Korupsi diartikan sebagai bentuk penyimpangan ketidakjujuran berupa pemberian sogokan, upeti, terjadinya pertentangan kepentingan kelalaian dan pemborosan yang memerlukan rencana dan strategi yang akan memberikan keuntungan kepada pelakunya.

b.    Nigeria Corruption as being: an act done with an intent to give some adventage inconsis tent with official duty and the richts of other. The act an official or judiciar person who an lowfully and wrong fully use his station or character to procure some benefit for him self or for other persons contraty to duty and the right of others. Diartikan bahwa: Sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak sesuai dengan tugas/jabatannya dan melanggar hak orang lain. suatu perbuatan oleh seseorang pegawai/pejabat atas tugas hukum (judiciart) yang tidak secara sah menyalahgunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan baginya atau orang lain, yang tidak bertolak belakang dengan kewajibannya dan bertentangan dengan hak – hak orang lain.

c.    Russian Corruption is : A system of certain relations based on unlawful deals of officials to detriment of the state and public interest ther motives maybe variegated. Diartikan sebagai suatu sistem hubungan tertentu yang melanggar hukum dari semua aparat negara yang melanggar kepentingan negara dan masyarakat, dengan motivasi yang beraneka ragam.

d.    Philiphina korupsi mempunyai karakteristik yakni; Penyalahgunaan wewenang terhadap dana masyarakat (Malversation of public fund), Pemalsuan dokumen – dokumen (Falsification of public documents), Suap menyuap (Bribery).

Kesimpulan dari beberapa definisi di atas yakni; Korupsi merupakan tindakan yang menyeleweng dari norma atau hukum yang disepakati bersama untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

 

 

 

2.1.2   Definisi Menurut Para Tokoh

     a.    Syed Husein Alatas

            Korupsi Istilah yang digunakan dan dikenakan kepada seorang yang menjabat ketika melakukan perbuatan seperti pemerasan dengan meminta sesuatu yang di luar batas ketetapan aturan yang berlaku. Sesungguhnya istilah itu terkadang juga dikenakan pada pejabat yang menggunakan dana publik yang dikelola bagi keuntungan mereka sendiri dengan melakukan kesalahan penggelapan di atas harga yang harus dibayar publik.

     b.    David H. Bayley

            Korupsi sebagai “Perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan etika buruk misalnya, suapan agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama seorang dari dalam kedudukan terpercaya sebagai pejabat pemerintah. [5]

 

1.3       Model – Model Korupsi

            Korupsi yang terjadi di Indonesia terutama yang dilakukan oleh aparatur pemerintah sudah mulai dilakukan secara sistematis baik oleh perorangan maupun berkelompok dan juga semakin meluas, semakin canggih dalam proses pelaksanannya. Hal ini sangat memprihatinkan bila terjadi dalam aspek pelayanan yang berkaitan dengan sector publik, mengingat tugas dan tanggungjawab utama dari aparat pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada publik atau masyarakat. pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan yang lama – kelamaan akan menjadi bibit korupsi. Untuk mencabut akar permasalahan sumber terjadinya korupsi dikalangan pemerintahan, perlu didefinisikan pula sifat atau model dari korupsi dan dilakukan pengukuran secara komprehensif dan berkesinambungan. Ada beberapa bentuk, karakteristik atau ciri – ciri dan unsur – unsur korupsi yakni:

a.    Penyuapan (Bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.

b.    Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak – pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.

c.    Fraud, merupakan sauatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk di dalamnya proses manupulasi atau mendistrosi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan – keuntungan tertentu.

d.    Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi – intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia – mafia lokal dan regional.

e.    Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya

f.     Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara

g.    Serba kerahasian, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.

Jenis korupsi yang lebih operasional juga dikalsifikasi oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi.

a.    Pertama, korupsi ekstortif àberupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.

b.    Kedua, korupsi manupulatif àseperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislative untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.

c.    Ketiga, korupsi nepotistik àyaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.

d.    Keempat, korupsi subversive àyakni orang – orang yang merampok kekayaan negara secara sewenang – wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan jumlah keuntungan pribadi.[6]

 

2.1.3   Faktor penyebab Terjadinya Korupsi

A.   Motivasi Intrinsik

Adanya dorongan memperoleh kepuasan yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi

B.   Motivasi Ekstrinsik

Dorongan korupsi dari luar diri pelaku yang tidak menjadi bagian melekat dari perilaku itu sendiri.

 

Dalam istilah lain juga disebutkan faktor korupsi terdiri dari faktor internal (dari dalam diri) dan faktor eksternal (dari luar diri). Faktor internal memiliki sifat rakus terhadap harta, atau terbentur kebutuhan mendesak yang memicu seseorang melakukan korupsi. Sedangkan faktor eksternal seperti sistem pemerintahan yang memberikan peluang korupsi, lemahnya pengawasan – hukum dan tidak adanya akuntabilitas.

 

Analisa yang detil tentang penyebab korupsi yang diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam buku strategi pemberantasan korupsi antara lain:

2.1.3.1   Aspek Individu

a.    Sifat tamak manusia; Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tidak cukup. Namun orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Hal ini menunjukkan dalam diri pelaku yang sangat tamak dan rakus.

b.    Moral yang kurang kuat; seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk itu.

c.    Penghasilan yang kurang mencukupi; bila pengahasilan seseorang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, maka ia akan melakukan usaha dan cara yang mungkin saja tidak benar hanya untuk memenuhi kebutuhan serta keinginannya.

d.    Kebutuhan hidup yang mendesak; dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

e.    Gaya hidup yang konsumtif; kehidupan di kota – kota besar acpkali mendorong gaya hidup seorang konsumtif. Perilaku tersebut bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

f.     Malas atau tidak mau kerja; sebagaian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara mudah dan cepa, salah satunya dengan korupsi.

g.    Ajaran agama yang kurang diterapkan; Indonesia dikenal sebagai bangsa religious yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. [7]

 

2.1.3.2  Aspek Organisasi

 

a.    Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan; posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahanya akan mengalami kesempatan yang sama dengan atasnnya.

b.    Tidak adanya kultur organisasi yang benar; kultur organisasi biasanya punya pengaruh terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.

c.    Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai; pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya terhadap instansi sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasarannya atau tidak. Akibat dari hal tersebut kurangnya perhatian pada efesiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

d.    Kelemahan sistem pengendalian; pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.

e.    Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi; pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat dari ketertutupan ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.

 

2.1.3.2Aspek tempat individu dan organisasi berada

a.    Nilai – nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan tersebut didapatkan.

b.    Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu masyarakat. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena adanya tindakan korupsi.

c.    Masyarakat juga kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat itu aktif. Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat itu bisa melakukannya.

d.    Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap tindakan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari – hari dengan cara – cara terbuka namun hal tersbut tidak adanya peraturan yang monopolistic yang hanya menguntungkan krooni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan padang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang – undangan. disadari.

e.    Aspek peraturan perundang – undangan. Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang – undangan yang dapat mencakup

 

2.1.4   Motode Penelitian

            Pembuatan makalah ini penulis melakukan input data melalui wawancara singkat mengenai korupsi yang terjadi di daerah Desa Hilihambawa. Teknik dalam pengumpulan data melalui media sosial, melakukan komunikasi lewat via telepon dengan narasumber langsung. Model penelitian ini dilakukan secara tidak langsung atau melakukan dengan media. Dalam judul pembahasan ini menjelaskan bahwa ada dua variable dalam judul tersebut yakni tentang korupsi dan apa saja yang ada di dalamnya dan penangan korupsi di Desa Hilihambawa sesuai dengan metode penelitian yang ada. Dalam menulis makalah ini penulis melakukan metode penelitian Kuantitatif, melakukan tinjauan pustaka berdasarkan data yang ada.

 

 

 

3.1. Korupsi dalam Perspektif Etika Kristen

3.1.1   Pandangan PL Terhadap Korupsi

                        Perilaku korupsi masuk dalam penggolongan masalah sosial, yang patut mendapat penilaian dari etika kekristenan. Dalam PL istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan praktek kosupsi adalah suap atau sogokan. [8]Dalam kehidupan umat Israel, masalah korupsi sangat sering terjadi dan banyak mendapat sorotan dan kritik para nabi. Dalam Keluaran 23:8 berbunyi “Suap janganlah kau terima, sebab suap membuat buta mata orang – orang yang melihat dan memutarbalikan perkara orang – orang yang benar”. Hal ini menjelaskan bahwa sebuah peringatan yang ditujukan kepada bangsa Israel tentang akibat buruknya dari praktek suap/sogok, yang dapat membutakan seseorang terhadap keadilan dan kebenaran. [9]Karena itu, umat Israel diperingatkan untuk tidak menerima suap, khususnya para hakim dan tua – tua Israel dalam melaksanakan proses peradilan secara adil.

            Dalam Kitab Ulangan, peringatan tentang suap ini juga sangat kuat. Ulangan 10:17 menegaskan bahwa “Sebab Tuhan, Allahmu Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, tidak memandang bulu ataupun menerima suap”. Yang menarik dengan ayat ini, suap dihubungankan dengan sifat dan karakter Allah yang tidak menerima suap. Dalam ayat ini sebuah prinsip yang bisa ditemukan yaitu: Persoalan suap bukan hanya terletak pada manusia tetapi Allah juga ikut menentang ketika praktek suap tersebut dilakukan. Jadi yang menjadi kesimpulannya yaitu: Perjanjian Lama menentang praktek suap dengan bersumber pada karakter dan kehendak Allah[10]. Allah merupakan sumber dan dasar moralitas PL juga dalam Ulangan 16:19, berisikan larangan menerima suap “Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang – orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang – orang yang benar”.

 

 

3.1.2     Pandangan PB Terhadap Korupsi

Dalam Perjanjian Baru, persoalan korupsi kurang mendapat sorotan dibandingkan dengan PL. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan sosial, politik dan pemerintahan di zaman PB berbeda dengan PL. Namun kalau diamati secara mendalam praktik – praktik mengenai korupsi ada diberbagai kalangan yakni

1.     “Korupsi terjadi dikalangan para pemungut cukai dan Prajurit Romawi (Lukas 3: 1-20). Konteks ayat ini membahas tentang pekerjaan Yohanes Pembaptis, namun yang perlu diamati ada di ayat 12 “Ada datang pemungut – pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: Guru apakah yang harus kami perbuat? Ayat 13 jawabnya “Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu”[11]. Dan juga para prajurit bertanya juga kepadanya: “Dan kami apakah yang harus kami perbuat?” Jawab Yohanes kepada mereka: “Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu. Dari larangan yang dilontarkan oleh Yohanes pembaptis itu secara eksplisit menjelaskan bahwa itu merupakan tindakan korupsi dan mengambil yang bukan menjadi hak dan milik. [12]Masyarakat kecil pada saat itu sangatlah mengalami ketidakadilan akibat diterapkannya sistem pajak yang membertakan sekaligus menyusahkan masyarakat akibat praktik korupsi yang dilakukan oleh para pemungut cukai, dengan cara menagih lebih daripada apa yang seharusnya merak tagih, dan pemerasan yang dilakukan oleh prajurit Romawi.

Kelebihan hasil dari korupsi dari tagihan tersbut digunakan untuk memperkaya diri mereka. Tokoh pemungut cukai ini juga bisa dilihat dalam kisah Zakheus (Lukas 19:1 – 10). Jadi yang menjadi kesimpulannya korupsi yang dilakukan oleh para pemungut cukai dan prajurit ini bersifat multi – sebab, yaitu disebabkan oleh sifat ketamkan dalam diri mereka. Mereka melakukan itu dengan  memuaskan diri dengan menyalahgunakan wewenang atau jabatan mereka.

2.  Korupsi juga terjadi di kalangan salah seorang Murid Tuhan Yesus (Yohanes 12:1 – 8). Rasul Yohanes menuliskan dalam suratnya bahwa pribadi Yudas Iskariot sebagai seorang koruptor. Waktu Maria mengurapi Yesus dengan minyak Narwastu dengan harga yang sangat mahal, Yudas melontarkan sebuah pernyataan bahwa mengapa minyak itu tidak dijual guna untuk memperoleh uang yang dibagikan kepada orang – orang miskin. Namun hal itu tidak berhasil ketika ia memberikan pernyataan tersebut, melainkan Yesus tidak mengindahkan hal tersebut. Yohanes dengan tegas mengatakan bahwa motivasi Yudas mengatakan hal tersebut bukanlah semata – mata karena hatinya tulus dan benar untuk menolong orang – orang miskin, melainkan ia adalah seorang pemegang kas, sehingga uang tersebut bisa dipegang dan diambilnya, seperti yang tertera dalam ayat 6.

Kesimpulannya yakni:

PB sangat tegas tidak menyetujui dan menentang tentang praktik korupsi. Sebab korupsi ini tidaklah menjadi hal yang benar dihadapan Allah, dan dalam PB ini seorang koruptor diberikan kemurahan dan keselamatan yang disediakan Allah bagi para koruptor yang mau bertobat.

            3.2       Hasil Pembahasan

            3.2.1   Penanganan Masalah Korupsi di Desa Hilihambawa

            Berdasarkan dari kajian pustaka di atas maka penanganan yang tepat mengenai masalah korupsi yaitu|:

a.    Setiap Pemerintah/aparat/perangkat desa harus memiliki rasa takut akan Tuhan àDengan memiliki rasa takut akan Tuhan maka, hal – hal jahat, yang ditimbulkan oleh keinginan mata, keinginan daging untuk memuaskan diri, bisa terkendali dengan pimpinan Roh Kudus.

b.    Setiap Pemilihan Perangkat desa diupayakan harus memilih orang yang sudah teruji kualitas baik dari segi skill kepemimpinan, dan juga segi spiritualnyaàHal ini menunjukkan bahwa ada kualitas dalam diri seorang pemimpin, yang berkarakter Kristus dan mampu menerpakan nilai – nilai kebenaran.

c.    Aapabila Korupsi sudah terjadi di dalam pemerintahan desa mak, sedapat mungkin warga harus bisa menanyakan kepada BPD dan perangkat desa mengenai penjelasan dana pembangunan desa tersebut.

d.    Warga harus memiliki kekonsistenan, jangan mudah dipengaruhi atau diberikan sebuah sogokan untuk menutupi kesalahan yang terlibat, sebab kalau dibiarkan terus menerus akan merusak tatanan moral dalam pemerintahan desa.

e.    Tidak kompromi dengan tindakan korupsi demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa setempat.

 

 

 

 

PENUTUP

4.1       Kesimpulan:

Perbuatan Korupsi merupakan tindakan yang tidak terpuji, melanggar norma, hukum yang berlaku di dalam sebuah organisasi dan juga dalam pemerintahan. Perbuatan ini ada beberapa faktor penyebab, bisa dari dalam diri seseorang, dan bisa juga faktor dari luar. Biasanya faktor dari dalam itu mengindikasikan bahwa seseorang yang hidup terus menerus berbuat jahat, tidak adil, dan motivasi yang salah sudah tertanam dalam diri orang tersebut. Sedangkan faktor dari luar, karena ada pihak lain yang mungkin menawarkan berupa sogokan atau suap dengan alasan yang memungkinkan dia melakukan hal itu. Praktik suap ini sudah terjadi bahkan semakin berkembang di Indonesia. Dan secara spesifik lebih terlihat di salah satu desa HIlihambawa, perangkat desa dan segenap pelaksana pembangunan desa terjerat dalam kasus ini, ada berbagai hal yang memepengaruhi terjadinya hal itu, dan pada saat ini, penanganan yang tepat ditinjau dari beberapa pandangan yang Alkitabiah. Mengapa haru Alkitabiah? Karena sangkut pautnya dengan Etika dalam Kekristenan. Dalam PL terlihat sangat jelas bagaimana Allah menunjukkan Sebuah larangan kepada umatNya untuk tidak menerima suap, sogokan dan hal yang ketidakadilan sebab itu sama halnya menentang kebenaran Allah sekaligus bertentangan dengan sifat dan karakter dalam diri Allah. Sama halnya dalam PB, Alkitab mencatat bahwa semua itu merupakan hal yang salah bahkan Yohanes dan rasul lainnya menegur hal demikian agar tidak ada di tengah – tengah umat Percaya.

Untuk menjadi seorang yang menjadi contoh dalam kepemimpinannya dalam hal bebas korupsi, seseorang harus bisa meningkatkan relasinya kepada Tuhan, selalu bersyukur, dan tidak memiliki motivasi yang salah dalam menjalankan kepemimpinannya atau jabatannya. Hal ini memang tidak mudah namun ini sudah menjadi hal yang mendasar harus dilakukan oleh setiap orang percaya guna mempertanggungjawabkan Iman dan sekaligus hidup yang menjadi teladan bagi orang lain. \

 

4.2       Daftar Pustaka

Ridwan Nasir, Dialektika Islam dengan Problema Kontemporer

KBBI

 

Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi , Jakarta:LP3ES, 1975)

Syamsul Anwar, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Lubis dan James C. Scot, Korupsi Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993

BPKP, Strategi Pemeberantasan Korupsi Nasional, Pusat Pendidikan dan Pengawasan BPKP, Jakarta, Cetakan 1 1999

Alatas, S.H. Korupsi: Sifat, Sebab dan Fungsi, Jakarta:LP3ES, 1987

 

Birch, Bruce C.Let Justice Roll Down ,The Old Testament, Ethics, and Christian Life, Lousiville: Wesminster/John Knox Press, 1991.

 

Boland, B.J. Tafsiran Alkitab: Kitab Injil Lukas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, Ce-8 2003.

 

Esler, Philip Francis, Community and Gospel In Luke – Acts, New York: Cambridge University Press, 1987

 



[1] Ridwan Nasir, Dialektika Islam dengan Problema Kontemporer, hal 281 – 282

[2] Wawanacara Singkat mengenai Masalah Korupsi di Desa Hilihambawa, Minggu 15 November 2020.

[3] KBBI

[4] Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi , Jakarta:LP3ES, 1975) hal 32.

[5] Ibid 258 – 263

[6] Syamsul Anwar, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Halaman 18.

[7] BPKP, Strategi Pemeberantasan Korupsi Nasional, Pusat Pendidikan dan Pengawasan BPKP, Jakarta, Cetakan 1 1999 , Halaman 85 – 87

 

[8] Lubis dan James C. Scot, Korupsi Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993

[9] Alatas, S.H. Korupsi: Sifat, Sebab dan Fungsi, Jakarta:LP3ES, 1987

[10] Birch, Bruce C.Let Justice Roll Down ,The Old Testament, Ethics, and Christian Life, Lousiville: Wesminster/John Knox Press, 1991.

[11] Boland, B.J. Tafsiran Alkitab: Kitab Injil Lukas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, Ce-8 2003.

[12] Esler, Philip Francis, Community and Gospel In Luke – Acts, New York: Cambridge University Press, 1987.

Post a Comment

0 Comments