MAKNA PENDAMAIAN DALAM KESELAMATAN MENURUT PERJANJIAN BARU

 


            

Makna Pendamaian dalam Keselamatan menurut Perjanjian Baru

 

Bab I

Pendahuluan

Latar Belakang

            Sejarah dari penciptaan manusia tercatat dalam sebuah Kitab yang sangat akurat tertulis pada Kitab Kejadian. Allah memiliki inisiatif untuk mendesain manusia seturut kehendak, dengan menciptakan menurut gambar dan rupaNya. Ketika hal itu sudah tercipta atau terlaksana sesuai dengan kehendakNya, Ia juga memberikan norma untuk mengatur kehidupan manusia, yakni dengan memberikan sebuah peraturan atau larangan. Hal ini sangat membuktikan bahwa Allah itu berkuasa atas kehidupan manusia. Namun ketika melihat, membaca dengan jelas Alkitab mencatat bahwa manusia itu lebih memilih untuk menuruti keinginan hatinya, dengan melanggar ketetapan Tuhan, maka dari pelanggaran tersebut Tuhan sangat sedih melihat keadaan manusia yang tidak taat, akhirnya manusia mendapat konsekuensinya dengan terjadinya keterpisahan dengan Allah, terputusnya relasi dengan Tuhan.

            Narasi ini menjelaskan juga bahwa manusia bukan hanya terpisah dari Allah melainkan manusia menjadi seteru atau musuh Allah. Mengapa bisa terjadi hal demikan? Karena Allah tidak bisa dipermainkan oleh cara manusia dengan ukuran kebenaran hati manusia. Manusia tidak bisa berbuat apa – apa untuk memulihkan keadaan seperti sediakalanya. Manusia sedang berada dalam kebinasaan, untuk itu keadaan tersebut membuat manusia selalu cenderung melakukan dosa secara terus menerus. Namun Allah sangat mengasihi manusia Ia tidak membiarkan manusia itu dalam kebinasaan. Melalui inisiatifNya Ia memberikan pendamaian kepada manusia lewat kurban keselamatan dari pada Allah itu sendiri.

            Kehidupan manusia berdosa dibenarkan oleh darahNya dengan diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, (Roma 5:9-10). Di dalam 2 Korintus 3:9 dan 5:18 ia menyandingkan pelayanan yang memimpin kepada pembenaran dengan pelayanan pendamaian. Tindakan pendamaian Allah atas dunia diwujudkan dalam hal Allah tidak memperhitungkan pelanggaran mereka selain itu juga ada berbagai ayat menjelaskan kesejajaran ini.[1] Untuk memahami konsep pendamaian Allah dengan manusia melalui Yesus Kristus maka perlu dipelajari mengenai konsep pendamaian dalam tulisan – tulisan PB. Karena pemulihan terjadi ketika Allah menyerahkan AnakNya yang Tunggal untuk memandamaikan dunia dengan diriNya.[2] Di dalam Perjanjian Lama mengenai pendamaian ini lebih merujuk kepada sebuah hari pendamaian antara manusia dengan Allah. Hari raya pendamaian adalah hari pengampunan dosa yang dicatat sebagai perayaan yang paling penting dari segala peraturan kudus yang dibicarakan dalam kitab Imamat.        

            Konsep hari pendamaian ini merupakan mumi atas inisiatif Allah sendiri. Allah sebagai perancang dan sekaligus sebagai pelaksana dari hari pendamaian. Dalam PL peristiwa pendamaian dosa atau penghapusan dosa diperoleh dengan persembahan korban binatang. Tidak ada lagi pilihan lain bagi bangsa Israel untuk memperoleh pengampunan dosa jika tidak mempersembahkan kurban. Memang dalam PL dan PB sangat berbeda dengan hari pendamaian, sekaligus memimiliki makna yang sangat mendalam di PB. Kalau di PL pendamaiannya melalui kurban binatang sedangkan di PB menggunakan Sang Pribadi Juruselamat yakni Yesus Kristus Tuhan yang sekaligus Allah Sang Pencipta. Ia menebus milik kepunyaanNya dari dunia berdosa menuju kebinasaan. Pendamaian mengandaikan bahwa permusuhan yang ada sebelumnya telah dibereskan. [3] Pendamaian itu terlaksana di dalam Kehendak Allah melalui salib kristus. [4]

            Dalam hal ini bisa timbul sebuah pertanyaan, mengapa orang percaya perlu mempelajari tentang makna pendamaian? Bukankah hal ini diketahui dan sudah diterima oleh orang percaya? Memang hal ini sering di dengar, mungkin di dalam khotbah, seminar dan mungkin diperoleh berbagai literature. Namun bukan berarti kita merasa puas akan hal itu, seorang percaya terus mempelajari makna pendamaian ini, agar dapat memahami dengan mendalam serta semakin diteguhkan. Pada kesempatan ini penulis memiliki beban sekaligus harapan agar bisa memberikan penjelasan secara teologis, juga secara aplikatif bagi para pembaca.

 

Rumusan Masalah

a.       Apakah makna pendamaian dalam keselamatan orang percaya?

b.      Mengapa Manusia perlu di perdamaikan dalam keselamatan?

c.       Bagaimana Allah mendamaikan manusia untuk mendapat keselamatan?

 

Tujuan Kepenulisan

a.       Pembaca mampu memaknai pendamaian dalam keselamatan.

b.      Pembaca mampu mengetahui alas an dan tujuan manusia diperdamaikan.

c.       Pembaca mampu mengetahui cara Allah mendamaikan manusia dalam memperoleh keselamatan.

 

 

 

 

 

 

 

Bab II

Pembahasan

Definisi Pendamaian

Kata pendamaian dalam bahasa Inggris: Atonement. Menggambarkan bagaimana manusia diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Yesus Kristus sebagai Kurban Pendamaian. Pendamaian mengacu pada memaafkan atau mengampuni dosa, kesalahan pada umumnya.

 

 

Pada perspektif teolog kristen barat, pendamaian “atonement” sering disebut juga “penebusan”, namun ini kurang tepat. Hal ini mengacu kepada pendamaian manusia terhadap Allah. Pendamaian ini mendeskripsikan bagaimana manusia dapat diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Kristus sebagai kurban. Pendamaian mengacu pada memaafkan atau mengampuni dosa pada umumnya, dan khususnya dosa asal, melalui kematian dan kebangkitan Yesus, memungkinkan rekonsiliasi antara Allah dan ciptannNya.

 

Pendamaian dalam Perjanjian Lama

Istilah pendamaian dalam Perjanjian Lama digunakan dengan memakai kata kpr. yang artinya mengadakan perdamaian. Dalam Perjanjian Lama Pendamaian itu tidaklah jauh dari persembahan korban sebagai bentuk pengampunan dosa. PL sendiri memiliki sebuah arti yang khusus yaitu hari “Pendamaian” ini menjadi hari yang paling suci bagi umat Israel.  Kata pendamaian atau mengadakan pendamaian dalam PL berarti menutupi. Arti menutupi ini menjadi permasalahan karena banyak para ahli juga memberikan arti sebuah pendamaian yakni “Menyenangkan hati Allah”. Dalam kiab Imamat kaa pendamaian itu lebih banyak diterjemahkan sebagai arti menutupi.[5] R.K Harrison dalam bukunya Introduction to the old testament dijelakan the general principle undergirding the concept of an offering appears to have been that property (2 Samuel 24:24), so that whereas it was legitimate to sacrifice domesticaded animals and birds. Prinsip umum yang mendasari konsep persembahan tampaknya harus memakai property (2 Samuel 24:24), sehingga itu sah untuk mengorbankan binatang ternak dan burung.[6]

Konsep pendamaian dalam Perjanjian Lama juga memakai perantara antara Allah yang kudus dengan umatnya yang berdosa yaitu dengan Imam Besar. Imam besar ini memiliki fungsi atau bertugas pada hari raya pendamaian dengan menanggalkan jubah keimamannya dan memakai jubah putih. Imam ini sendiri terlebih dahulu melakukan upacara pendamaian bagi dirinya dan keluarganya (Imamat 16:6),[7] kemudian mempersembahkan seekor domba jantan sebagai korban penghapus dosa bagi umat Israel (Imamat 16:15). Imam Besar yang bertugas kemudian akan mengambil darah dan mempercikkannya pada tutup pendamaian di Ruang Maha Kudus. Kenajisan para umat Israel, maka ruang Maha Kudus menadi cemar dan perlu adanya pendamaian.

 

Ada beberapa hal yang menyebabkan manusia untuk melakukan perdamaian yaitu karena dosa manusia itu sendiri. Ada beberapa ayat yang menyatakan tentang pendamaian dosa manusia yang bersifat universal (1 Raja – raja 8:46; Mazmur 14:3; Pkh.7:20 dll). Yang membuat manusia jauh dari Allah, yang membuat hubungan manusia dengan Allah menjadi terputus. Manusia tidak pernah mampu mengatasi dosanya, hal ini tercantum dalam Bilangan 32:23, atau dengan kata lain mampu membersihkan dari dosanya itu (Amsal 20:9). Jika manusia menggantungkan diri pada dirinya sendiri, maka dia tidak akan memperoleh keselamatan. Meskipun hubungan manusia dengan Tuhan telah rusak, akan tetapi Allah masih menyediakan jalan bagi umatNya yang telah jatuh ke dalam dosa. Jalan masuk pendamaian dalam Perjanjian Lama diperoleh dengan penyerahan kurban – kurban, seperti penyerahan lembu, kambing domba, inilah yang ditentukan Allah bagi manusia memperoleh pendamaian untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah. [8]

Nabi Yesaya mengenai pergeseran tujuan dari pendamaian, dari pedang menjadi mata bajak, dan dari tombak menjadi pisau pemangkas (Yesaya 2:4). Hal ini tetap menjadi tantangan bagi orang Yahudi. Para nabi menyampaikan firman Allah menjadi orang – orang yang pertama dalam sejarah, yang menganggap ketergantungan umat Israel kepada kekuatan, merupakan kejahatan. Dalam kitab Hosea bisa ditemukan bahwa Hosea mengutuk militerisme (Hosea 5:13; 8:9 – 10, 14: 10 – 13). Disamping gambaran prajurit Ilahi dan pengharapan untuk kemenangan Israel dalam peperangan. Perjanjian Lama menyajikan pengharapan untuk terwujudnya suatu dunia, yang di dalamnya serigala dapat hidup berdampingan dengan domba – domba, bangsa – bangsa hidup dalam perdamaian dan orang – orang miskin yang tertindas memperoleh keadilan (Yesaya 11:1 – 9). Dalam hal ini sosok pendamaian yang digambarkan dalam PL atau pun yang sudah dilakukan secara ritual merupakan gambaran saja, tidak secara mutlak dan absolut pendamaian itu secara esensi sudah dilakukan secara sempurna dihadapan Allah. Kalau diperhatikan dari zaman para nabi – nabi Allah mengutus para imam untuk mempersembahkan korban tiap – tiap tahu sekali masuk dalam kemah Suci ini menandakan bahwa pendamaian yang terjadi hanya bersifat semu, terus diulang – ulang dan terus dilakukan.

 

Pendamaian dimasa Antar Perjanjian

Dalam Yudaisme Allah dikatakan “be reconciled” di damaikan dalam pengertian bahwa murkaNya memberikan cara untuk kasih Karunia, misalnya melalui doa, pengakuan, atau pertobatan (2 Makabe 1:5; 7:33), namun penggunaan ini jarang terjadi. Kata ini sangat sesuai dengan istilah dari para rabi untuk “to placate” untuk menenangkan, to reconcile oneself untuk mendamaikan diri sendiri, to be reconciled diperdamaikan, to reconcile untuk mendamaikan dalam hubungan dengan orang lain atau dengan Allah.[9] Dalam masa ini pendamaian merupakan hal yang lazim untuk dibahas, karena pendamaian sendiri sudah mengakar kuat dalam kehidupan manusia.

 

            Pendamaian dalam Tulisan Yahudi atau Yunani

                        Dalam pandangan orang Yahudi pendamaian ini merupakan sebuah upacara yang sangat penting. Bagi orang Yahudi pendamaian ini adalah sebuah tindakan dimana orang – orang akan melakukan perendahan diri dihadapan Allah. Orang Yahudi harus benar bertobat dan menyesali dosanya sehingga pengampunan akan terjadi dengan sendirinya. Pembaharuan hidup merupakan cara yang paling aman bagi orang Yahudi untuk dapat berdamai dengan Allah. Orang – orang Yahudi mengajarkan perlu ada perasaan dosa yang mendalam serta permohonan dan khususnya hidup yang penuh penyesalan akan dosa guna mendapatkan pendamaian itu. [10]

            Konsep Yunani pendamain itu dilakukan oleh kedua belah pihk yang bertikai atau sedang mengalami persoalan. Namun tidak menutup kemungkinan juga, bahwa orang – orang Yunani memiliki kebiasaan yang berbeda yaitu dengan membawa permasalahan itu kepengadilan. Hukum Yunani memiliki kebiasaaan dengan menahan seseorang yang bersalah adalah sesuatu hal yang sangat wajar. Metode ini sering disebut “Apagoge” dalam cara ini pendakwa sendiri yang harus menahan tersangka. Tersangka tidak boleh memberontak, karena pemberontakkan hanya akan mengakibatkan permasalahan akan semakin berat. Tetapi sebenarnya kedua belah pihak ini bisa merundingkan masalah yang terjadi dan dapat menyelesaikannya dengan yang berbeda dengaan cara berdamai.

 

Pendamaian dalam Perjanjian Baru

            Konsep Pendamaian dalam Perjanjian Baru sangat jelas terihat dalam tulisan – tulisan Paulus. Dalam Roma 5:10 – 11 “Sebab jika kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak Nya, lebih – lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidupNya dan bukan hanya itu saja kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia telah menerima pendamaian itu”. Istilah pendamaian diterjemahkan dari kata benda bahasa Yunani katallage yang kata kerjanya ialah katallaso, arti normalnya ialah penyesuaian perbedaan yang menimbulkan permusuhan antara dua pihak. Arti teologinya adalah Karena pertobatan dari dosa dan iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, maka perseteruan antara manusia dengan Allah dihancurkan dan terjadi pembaharuan hubungan antara kedua belah pihak (Roma 5: 10 – 11). Melalui Yesus Kristus manusia diubah dan diangkat ke tingkat persekutuan sesuai dengan maksud asli penciptaannya. Penekanan disini adalah adanya suatu relasi baru.

            Konsep pendamaian ini mempunyai dua sisi yaitu: sisi aktif serta objektif dan sisi pasif serta subjektif. Dari sisi objektif yaitu bahwa secara aktif terjadi pemindahan permusuhan antara Allah dan manusia yang diakibatkan oleh dosa. Permusuhan atau perseteruan yang telah menjadi jurang pemisah bagi persekutuan kedua belah pihak yaitu antara manusia dan Allah. Konsep pendamaian dengan sangat jelas juga dinyatakan dalam Efesus 2: 15 – 16 “ Sebab dengan matiNya sebagai manusia ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan ini mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh dengan Allah, oleh salib melenyapkan perseteruan pada salin itu. Roma 8: 7 – 8 bahwa keinginan daging adalah perseteruan dengan Allah hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan pada Allah. Demikian juga persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah (Yakobus 4:4). Iman kepada Yesus Kristus membuka jalan bagi relasi baru. Allah tidak lagi mengingat dosa – dosa manusia yang telah diperdamaikan dengan diriNya.

            Secara subjektif terjadi perubahan sikap manusia secara positif terhadap Allah. Hal ini terjadi dalam hati manusia karena salib Kristus yang ia terima sebagai ganti dirinya. Allah yang mahakasih tidak akan pernah berubah karena kasihNya tetap, naum Ia mulai hubungan yang indah dengan manusia yang sudah diperbarui. [11]

Pendamaian dalam Perjanjian Baru merupakan wujud kasih Allah yang nyata bagi umat manusia. Allah tidak membutuhkan pendamaian manusia, tetapi ia mengambil prakarsa bagi pendamaian tersebut. Pendamaian mengungkapkan kasih Allah kepada manusia yang mana merupakan kerja Allah. Paulus memiliki konsepsi adalah pendamaian, suatu cara memandang salib yang tidak ditemukan dalam suratnya. Dewasa ini melihat pendamaian sebagai unsur hakiki dari pandangan Paulus mengenai penebusan. Sebab hanya ditemukan dalam bagian surat Paulus (Rom 5: 10 – 11); II Korintus 5: 18 – 20; Efesus 2: 11 – 16; Kolose 1:19 – 22). Pendamaian ini merupakan kategori peronal, kata itu berarti berdamai setelah ada perselisihan atau situasi permusuhan. Tiga dari keempat bagian Alkitab berbicara mengenai posisi kita sebagai

·         Manusia adalah musuh Allah

·         Manusia adalah seteru dan musuh Allah

Dalam Perjanjian Baru mengatakan bahwa Allah diperdamaikan dengan manusia, bahwa prosesnya selalu manusia yang diperdamaikan. Tetapi pendapat ini terlalu sederhana. Masalahnya bukanlah suatu permusuhan terbuka dari pihak manusia terhadap Allah yang dihancurkan oleh Allah melalui salib. Yang menjadi masalah dalam hal ini adalah tuntutan Allah akan kebenaran, ditambah dengan kenyataan bahwa semua manusia adalah orang yang berdosa. Arti sebuah pendamaian adalah bukanlah perubahan diri manusia yang sedemikian rupa sehingga manusia tidak bermusuhan lagi. Pendamaian mengacu pada suatu keadaan baru dalam berbagai hubungan yang dihasilkan “oleh kematian AnakNya” dalam kitab Roma 5:10, dan oleh karena Allah “tidak memperhitungkan pelanggaran mereka” (II Korintus 5:19). Pendamaian terjadi melalui salib yang melenyapkan perseteruan (Efesus 2:16); pendamaian diadakan “oleh darah Kristus,” pendamaian terwujud “di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematianNya” (Kolose 1:20, 22). Semua bagian Alkitab ini menunjuk pada dosa sebagai penyebab permusuhan, dan pada kematian Kristus sebagai pengahapus dosa.

Penyebab permusuhan, sudah disingkirkan maka terjadilah pendamaian. Namun semua ayat di atas akan sulit dipahami, kalau memahami pendamaian benar – benar sebagai suatu proses yang berlangsung dalam diri orang – orang berdosa. Kristus sudah menjadi pendamai atas keberdosaan manusia kepada Allah, namun bukan berarti Kristus sudah sedemikian rupa mengaharukan perasaan hati Allah, sehingga karena terharu akan pengorbanan Kristus, Ia mengubah rasa hatiNya terhadap manusia yaitu murka menjadi mengasihi manusia. Sebab kasih Allah bukan dibangkitkan atau digerakkan oleh sesuatu yang berada di luar diri Allah. Sebelum Kristus mengorbankan diriNya bagi pengampunan dosa umat manusia Tuhan Allah telah mengasihi manusia. Justru Kasih Allah itulah Allah mengutus anakNya yang Tunggal.[12]

Konsep pendamaian merupakan pokok yang paling penting dari kematian Yesus sendiri.

1.      Pendamaian dilakukan oleh Allah sendiri

Pendamaian manusia kepada Allah dilakukan oleh Allah sendiri. Pribadi Yesus yang adalah Allah sendiri, Allahlah yang bertindak dalam pendamaian itu. Allah yang bersifat Roh berinkarnasi ke dalam tubuh jasmani menjadi daging dengan yang diketahui di dalam pribadi Yesus yang dapat dilihat oleh semua orang. Allah adalah subjek dar pendamaian yang dilakukan bagi manusia. Manusia tidak dapat mencapai pendamaian atau pemulihan hubungan yang rusak karena dosa – dosa. Ketidaksanggupan manusia inilah Tuhan mengetahui dan Allah bertindak untuk mendamaikan manusia dengan diriNya supaya manusia tidak terkena murka Allah yang mematikan.

 

2.      Manusia adalah objek dari pendamaian

Manusia adalah objek dari pendamaian yang dilakukan Allah melalui kematian Yesus Kristus. Pendamaian ini dikerjakan oelh Allah, disini bukan berarti Allah yang perlu diperdamaikan. Akan tetapi manusia yang diperdamaikan dengan Allah. Manusia perlu diperdamaikan karena semenjak manusia jatuh dosa itu menjalar dalam kehidupan manusia, atau dosa yang meregenerasi. Dan juga manusia memiliki keberadaan dengan natur dosa, dan hubungan manusia dengan Allah rusak, bahkan manusia adalah seteru Allah. Yesus sebagai pendamai manusia, bukan manusia yang mendamaikan diri kepada Allah melalui Yesus., tetapi Allah yang mendamaikan manusia melalui Yesus Kristus. Karena itu manusia adalah objek dari pendamaian itu, Allah lah yang mengerjakan pendamaian itu kepada manusia.

 

 

 

3.      Manusia Perlu diperdamaikan dengan Allah, ada beberapa alasannya yakni:

·         Karena manusia jauh dari Allah

Manusia perlu diperdamaikan dengan Allah. Sejak kejatuhan manusia, manusia cenderung melakukan yang jaha dan meninggalkan Allah atau peraturan yang telah Allah tetapkan. Setelah kejatuhan manusia semakin terpuruk dalam dosa dan manusia tidak mempunyai daya untuk melepaskan diri dari kecenderungannya melakukan dosa. Dosa begitu mengikat manusia dan membuat manusia semakin jauh dari Allah. Manusia perlu dibawa kembali kepada hubungan yang dekat dengan Allah sebagai sang pencipta. Kematian Yesus membuat manusia kembali dapat berhubungan dengan Allah secara langsung tanpa ada penghalang. Dengan adanya Yesus maka hubungan manusia dengan Allah pulih kembali.

 

·         Karena manusia memusuhi Allah dalam pikiran dan perbuatan

Dosa begitu kuat mengikat manusia dan menjerat semua manusia. Tidak ada usaha manusia yang mampu melepaskan dari jerat dosa itu sendiri. Justru manusia setelah kejatuhan semakin berbuat dosa dan memiliki kecenderungan untuk berdosa atau melakukan hal yang sangat dibenci oleh Allah. Memusuhi bukan hanya selalu berbicara tentang melawan, tetapi melakukan tindakan yang dibenci oleh Allah.

 

·         Pendamaian melalui darah Yesus membawa kepada pemulihan hubungan dengan Allah

Melalui darah Yesus yang tercurah di kayu salib membuat manusia kembali dapat berhubungan dengan Allah. Dengan darah Yesus yang telah menyucikan manusia dari segala dosa membuat manusia kembali layak dan dapat berhubungan secara langsung dengan Bapa. Melalui darah Yesus semua manusia yang menerima Yesus mengalami pengudusan dari dosa, dan orang yang percaya akan dibawa masuk ke dalam kerajaanNya yang terang dan kudus. Kalau seseorang percaya dengan darah Kristus orang percaya telah dikuduskan dan dibawa ke dalam kerajaanNya maka orang tersebut ini mengalami pemulihan dengan Allah.

 

·         Pendamaian manusia dengan Allah hanya terjadi melalui darah Kristus

Pendamaian hanya terjadi melalui darah Yesus Kristus. Untuk berdamai selalu ada property yang digunakan, entah itu harta, ataupun juga darah yang harus dibayarkan untuk menutupi kesalahan atau membayar hutang yang telah dilakukan. Melalui darah Yesus, pendamaian dikerjakan karena Allah hanya ingin melihat korban yang sempurna untuk menyelesaikan permasalahan dosa manusia. Dosa manusia hanya dapat ditebus atau ditutupi dengan korban yang sempurna. Disinilah dengan jelas bisa dikatkan bahwa hanya dengan darah Yesus yang mampu memenuhi syarat itu. Pendamian akan diterima oleh manusia yang menerima darah Yesus itu atau percaya kepada Yesus karena tidak aka nada korban yang lain yang bisa mendamaikan manusia dengan Allah.

 

·         Pendamaian diperoleh hanya bagi manusia yang mau menerima pendamaian itu

Melihat jangkauan pendamaian yang bersifat universal ini maka secara tidak langsung akan langsung dapat berpikir bahwa pendamaian itu akan terjadi kepada semua orang. Jadi apakah semua orang akan diselamatkan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tidak. Hanya kepada orang yang mau menerima tawaran pendamaian melalui Yesus Kristus. Tidak mungkin orang yang tidak menerima tawaran akan mendapatkan apa yang ditawarkan. Tetapi hanya orang yang menerima tawaran itu maka seseorang akan mendapatkan pendamaian itu.

 

·         Pendamaian itu dikerjakan oleh Allah sendiri untuk diriNya sendiri

Pendamaian itu ternyata dikerjakan Allah bukan untuk kita tetapi untuk diriNya sendiri. Maksudnya pendamaian yang Allah kerjakan melalui kematian Yesus Kristus itu ternyata dikerjakan untuk Allah sendiri supaya manusia dapat kembali memiliki hubungan dengan Allah. Allah mendamaikan manusia untuk diriNya sendiri. Bukan Allah mendamaikan manusia untuk manusia, tetapi Allah sendiri.



[1] Bandingkan dengan tulisan Bultman “Theology, I halaman 285.

[2] Herman Ridderbos, “Paulus pemikiran utama threologinya”, (Surabaya: Momentum, 2008)

[3] R. Marthi 1989, memberikan pendapat bahwa pendamain berfungsi sebagai pusat dalam teologis Paulus.

[4] Thomas R. Schreiner, New Testament Theology, (Yogyakarta: ANDI, 2015, halaman.250

 

[5] Johnson, Philp. IVP Introduction To The bible: Pengantar untuk mengenal Alkitab, Bandung:Kalam Hidup, 2011

[6] Kittle, Gehard & Gehard Friedrich, Theological Dictionary Of The New Testament, Vol 1. Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1975

[7] Ladd, George Eldon., Teologi Perjanjian Baru 2. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2014

[8] Baker, F.L.,, Sejarah Kerajaan Allah Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990

[9] Maier, harry O, Journal for the study of the New Testamen Vol. 27,3 2005

[10] Pfeiffer, Charles F & Everret F. Harrison, The Wicliffe Bible Commentary: Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3, Malang: Gandum Mas, 2001.

[11] Pdt. Chris Marantika, Th.D., DD, Doktrin Keselamatan Kehidupan Rohani, Yogjakarta:Katalog Dalam Terbitan, 2007. 97 – 100

[12] Dr.Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, halaman 348.

Post a Comment

0 Comments