BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Afganistan adalah sebuah kerajaan Muslim
yang kurang dikenal terletak di daerah gunung yang melintasi Jalur Khyber di
pegunungan Himalaya. Afganistan mempunyai sumber daya yang sedang dalam artian
tidak kaya ataupun tidak miskin, sebagian dari Negara itu yang dijadikan daerah
pertanian karena tingkat curah hujan yang rendah. Mayoritas dari penduduk
Afganistan adalah petani dan para gembala yang suka berpindah-pindah tempat,
hal yang menambah peliknya masalah pendidikan dan pemberantasan buta huruf[1].
Afghanistan
memiliki jumlah penduduk ±30 juta jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari
berbagai etnis yang sebagian besar didominasi oleh etnis Pashtun dan Pushtus
sebesar 42%, sementara sisanya merupakan etnis Tajik sebanyak 27%, Hazara 9%,
Uzbekistan 9%, Aimak 4%, Turkmen 3%, dan Baloch 2%. Berbagai macam etnis
tersebut membawa keragaman mereka sendiri dan berperan besar dalam menyumbang
kekayaan budaya Afghanistan. Secara tradisional, pakaian Afghanistan biasanya ditandai
dengan desain yang indah dan menampilkan berbagai warna. Namun, syariah Islam
menetapkan norma-norma yang ketat tentang cara berpakaian orang di Afghanistan.
Para pria biasanya mengenakan salwar-kameez, sedangkan perempuan diharapkan
mengenakan burqa. Afghanistan memiliki 2 bahasa nasional yaitu Dari dan Pashto. Bahasa Dari
merupakan dialek dari bahasa Persia yang secara luas digunakan di wilayah utara
dan tengah Afghanistan, sedangkan penggunaan Pashto lebih menonjol di wilayah
selatan. Selain dua bahasa tersebut, sebagian populasi Afghanistan juga
menggunakan bahasa lain seperti Uzbekistan, Balochi, dan Turkmen.
Para penduduk Afghanistan hidup dari hasil pertanian dan
beternak hewan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari[2].
BAB II
LANDASAN MASALAH
DI AFGHANISTAN
A. Beberapa Persoalan yang ada di Negara
Afghanistan
Penduduk di Afghanistan sangat banyak
penduduk yang buta huruf mencapai 95 % masih merupakan suatu masalah besar di
Afganistan. Dengan demikian, dibutuhkan tenaga untuk mengajar para guru dan
mempersiapkan bahan-bahan bacaan serta untuk menyebarluaskan berbagai program
medis dan sekolah-sekolah bagi tunanetra. Di Afghanistan tersebut juga ada suatu
hukum yang sangat murtadan di dalam Islam masih merupakan hukum di Afganistan:
jikalau seorang Muslim berubah imannya, misalnya berpindah di agama lain maka
yang terjadi adalah ia dapat dibunuh. Bahkan bila seorang Afganistan menerima
Kristus ketika ia berada di luar negeri, dia menghadapi penganiayaan pada saat
ia kembali. Beberapa orang Afganistan yang telah menerima Yesus Kristus sebagai
Juruselamat mereka telah menyerahkan nyawa mereka demi iman mereka[3].
Kehidupan penduduk di Afghanistan tidak
tahan lama sebab seringkali dihancurkan oleh kekerasan, kehilangan, serta
kepedihan. Sejumlah 70% warga Afghanistan hidup dengan penghasilan kurang dari
dua dolar per hari. Kira-kira lebih dari separuh laki-laki yang ada di
Afghanistan dan 80% perempuan yang buta huruf. Dalam beberapa tahun terakhir,
ratusan perempuan melakukan tindak bunuh diri untuk melepaskan diri dari penderitaan
dan beribu-ribu dan berjuta-juta warga afghanistan yang telah menanggung beban
puluhan tahun beban dan ketidakadilan.[4]
- Kekristenan di
Afghanistan
Belakangan ini,
kebebasan beragama di Afghanistan telah memburuk, Republik Islam Afghanistan
tidak mengakui warga Afghanistan sebagai orang Kristen.
Secara hukum warga Afghanistan tidak diizinkan untuk masuk agama Kristen. Hanya
ada satu gereja yang diakui secara hukum di Afghanistan dan terletak di dalam
kantong diplomatik, dan tidak terbuka untuk warga negara setempat.
Ada juga sarana ibadah Kristen di pangkalan militer
asing, seperti gereja Ortodoks Timur di pangkalan Rumania di Kandahar.
Ada juga sumber lain yang mengklaim bahwa ada sebuah gereja bawah
tanah rahasia Kristen Afghanistan yang tinggal di Afghanistan[5].
Tidak adanya
toleransi terhadap agama lain di negara ini, mengakibatkan banyak orang Kristen
yang menjadi pelarian. Sekitar 200-250 orang Afghanistan yang telah
meninggalkan Islam dan menjadi pemeluk Kristen, takut akan mengalami penganiayaan dari pihak berwenang
Afghanistan dan Taliban. Akhirnya mereka memutuskan untuk meninggalkan Afghanistan dan menemukan tempat
perlindungan di Delhi. Jumlah petobat Kristen semakin meningkat di Afghanistan
sejak kehadiran Amerika di negara itu menyusul jatuhnya rejim Taliban,
kebanyakan dari para petobat Kristen tinggal di daerah pinggiran, sehingga
ancaman dari Taliban tidak terlalu besar. Para petobat Kristen mulai
meninggalkan Afghanistan karena takut identitas mereka akan diketahui umum.
Kebanyakan dari mereka mengungsi ke India ketika gereja-gereja tempat dimana
mereka beribadah secara rahasia, disiarkan oleh stasiun televisi Noorin,
jaringan televisi yang berpusat di kota Kabul, pada bulan Mei 2009. Hidup
mereka terus berada dalam bahaya hingga tahun 2010,
dimana seorang anggota
majelis yang berpengaruh di parlemen Afghanistan, Abdul Sattar Khawasi,
menyerukan supaya para petobat Kristen itu dihukum mati.
Hingga pada akhirnya banyak dari
orang Kristen Afghanistan memilih mengungsi ke India karena kemiripan adat
istiadat. Dan juga karena mereka cukup mengenal Negara
tersebut.
- Model Pelayanan Misi
Yesus di dalam Alkitab
Sejarah hidup Yesus yang dikhususkan untuk
tujuan dan keperluan kita ditentukan oleh kenyataan atau keterangan yang
tersedia bahwa Dia adalah seorang Yahudi Galilea dari kampung yang bernama
Nazaret yang sepanjang hidup-Nya memberi diri-Nya kepada Allah bangsa Israel,
kepada orang-orang Yahudi dan sahabat-sahabat-Nya, kepada sesama-Nya dan kepada
seluruh bangsa Yahudi[6].
Yesus telah mati dan hidup sebagai orang mukmin Yahudi. Membicarakan Yesus
bukan sebagai orang Yahudi dari masa-Nya dulu dan pada tempat-Nya dulu berarti
tidak membicarakan diri-Nya. Seperti yang dinyatakan oleh Gerard S. Sloyan,
untuk setia kepada Yesus seperti yang disaksikan Kitab Suci Kristen tentang
diri-Nya berarti kita harus sepenuh-Nya mengikuti Dia di dalam Keyahudian-Nya[7].
1. Injil Matius (Model Perwira Mat.
8:5-13)
Yesus dan
Perwira Kapernaum (Matius 8:5-13), pendekatan Yesus dengan perwira atau pejabat
di Kapernaum hampir sama dengan pendekatan yang Ia lakukan untuk memberitakan
Injil kepada Nikodemus. Perbedaanya terletak pada kebutuhan yang dihadapi oleh
perwira iru dan kepribadian yang berbeda dengan Nikodemus. Perwira dan
Nikodemus sama telah mendengar tentang Yesus. Tindakan mereka menunjukkan bahwa
kepercayaannya kepada apa yang dilakukan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya. Mereka
mengetahui bahwa Yesus adalah sebagai teladan dan figur dalam masyarakat dalam
hal-hal sosial dan religius.
Misi yang akan
diterapkan dalam pelayanan Yesus di Matius ini adalah, untuk menjadi seorang
pribadi penginjil yang berhasil, sedapatnya harus menjadi seorang pribadi yang
memiliki nama baik dalam masyarakat juga dapat mencapai orang besar misalnya
pemerintahan di Afghanistan itu harus ditemui melalui orang-orang miskin, dan
mentaati peraturan-peraturan yang ada di dalam pemerintahan tersebut[8].
Ada
pararel misi Yesus sang guru (Kristologi) dengan misi para murid-Nya
(Eklesiologi) yang harus diteruskan dengan tugas pokok pewartaan kerajaan Allah
(Matius menggunakan kerajaan Allah 51x termaksud eufemisme yaitu kerajaan
Surga)[9].
2.
Injil
Lukas
Yesus memberitakan suatu keselamatan
sesuai dengan nubuat-nubuat kitab suci dan diinpirasi oleh roh kudus,
keselamatan itu di nikmati oleh orang-orang kafir, keselamatan itu juga ditolak
oleh saudara-saudara sebangsa dengan Yesus, dan malahan mereka membunuh Yesus[10].
Menurut Injil Lukas misi merupakan
perutusan untuk memberi kesaksian untuk pertobatan dan pengampunan dosa (Lukas
24:47 bandingkan Kisah Rasul 2:38) demi keselamatan (Kisah rasul 2:40) menjadi
saksi, berarti mengambil bagian dari sejarah hidup Yesus, terlebih-lebih
sejarah penderitaan karena ketaatan-Nya[11].
3.
Injil
Yohanes (Model Dialog Yoh. 10:22-39)
Kehadiran
Yesus ditengah-tengah kehidupan orang Yahudi selalu disoroti secara negatif
oleh mereka. Yesus telah membawa pengaruh besar dalam kehidupan norang Yahudi
yang berpegang pada Taurat. Hubungan Yesus dengan hukum Taurat sebenarnya sama
sekali tidak membawa perubahan atau kontrakdiksi. Yesus sendiri adalah
kegenapan dari hukum Taurat,
jadi tidak semestinya orang Yahudi memandang Yesus sebagai ancaman. Dialog imi
telah meninggalkan suatu teladan dan warna percakapan agam yang menarik antara
lain; inti masalah dari ayat ini adalah keragu-raguan akan kemesiasan Yesus
(ay. 23-24). Yesus menghujat Allah, menyelamatkan diri-Nya dengan Allah
(ay.23). sikap yang arogan dari orang Yahudi karena tidak puasan dan anti
terhadap apa yang dilakukan Yesus dimasyarakat (ay. 31-32). Yesus tidak
menyembunyikan diri, Ia tampil seperti biasanya di Bait Allah (ay. 22). Ia
berada dikalangan orang Yahudi dan menunjukan rasa persahabatan-Nya dan terbuka
untuk berdiskusi[12].
- Penginjilan di
Afghanistan dengan cara model Misi Yesus
Model-model penginjilan diatas dapat dipakai dan diterapkan dalam pelayanan penginjilan
masa kini. Ada banyak kasus yang dihadapai oleh Yesus juga ditemukan
dimasyarakat. Dalam penginjilan di Afghanistan dapat memilih salah satu model
yang cocok uantuk menjalankan misi di Afghamistan bahkan dapat menkombinasikan
suatu model untuk mencari solusi pendekatan yang relevan. Dari kedua model
penginjilan Yesus diatas, Mat. 8:5-13 adalah “Model Perwira” misi yang akan
diterapkan dalam pelayanan Yesus di Matius ini adalah, untuk menjadi seorang
pribadi penginjil yang berhasil, sedapatnya harus menjadi seorang pribadi yang
memiliki nama baik dalam masyarakat juga dapat mencapai orang besar misalnya
pemerintahan di Afghanistan itu harus ditemui melalui orang-orang miskin, dan
mentaati peraturan-peraturan yang ada di dalam pemerintahan tersebut[13].
Kedua Yohanes 10:22-39 adalah “Model Dialog” dalam hal ini Yesus menunjukan
diri-Nya, Dia terbuka dan menjalin suatu persahabatan dengan masnyarakat
disana.
Di Afghanistan lebih banyak orang-orang
yang buta huruf, sepeti Yesus dalam kitab perjanjian baru bahwa Dia memakai
metode suatu perumpamaan dengan cara mengajar dan secara langsung dilihat oleh
mata sendiri. Dan Yesus juga mempercayakan diri-Nya untuk bisa melakukan
semuanya itu. Terlebih dahulu adalah dimulai dari diri sendiri untuk berkorban,
dengan cara apapun yang terjadi atau apapun yang oaring-orang disana lakukan
kepada seorang penginjil harus siap semuanya dijalani.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Pelayanan Misi
di Afghanistan telah berjalan dalam kurun waktu yang cukup panjang. Dimulai
dari pelayanan kaum Nestorian, peresmian Gereja pertama oleh badan American
Army, pelayanan rumah sakit mata, pemberantasan buta huruf, pelayanan tuna
netra. Bahkan, perjalanan misi juga bekerja melalui sektor pertanian dan peternakan.
Pekabaran Injil
tentu saja bukanlah hal yang mudah, itu terbukti dari begitu banyaknya
penolakan dan penganiayaan yang dialami para pekabar Injil. Bahkan, dialami
juga oleh rakyat Afghanistan sendiri, yakni mereka yang menerima Yesus sebagai
juruselamat. Namun Tuhan tidak akan pernah berhenti menggerakkan hati para
umatnya, untuk berjuang memenangkan para jiwa-jiwa di Afghanistan. Meskipun
harus melalui begitu banyak kendala, bahkan harus melalui pelayanan
Gereja bawah tanah.
- Implikasi
Di dalam melakukan
misi di Afghanista, yang perlu diperhatikan adalah harus mempersiapkan diri
terlebih dahulu, dan mengambil suatu keputusan bahwa benar-benar melakukan
pekerjaan Tuhan dan meyakini dengan Iman percayannya kepada Tuhan bahwa
melakukan suatu misi adalah hal yang terpenting dalam beragama Kristen, yaitu
untuk membertakan kabar keselamatan bagi dunia.
[1] Donald E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Volume 1 (Malang:
Yayasan Gandum Mas, 2000), hal. 78-79.
[2] http://www.amazine.co/22584/ketahui-budaya-bahasa-dan-tradisi-afghanistan/
[3] Donald E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Volume 1 (Malang:
Yayasan Gandum Mas, 2000), hal. 79.
[4] Joya. Malalai, A Woman Among Warlords, Jakarta: Qanita, 2011, Hal. 5
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Kekristenan_di_Afganistan
[6] A. Roy Echardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah, Jakarta :
Gunung Mulia, 2006, Hal. 24
[7] Gerardt S. Sloyan, Is Christ the and of the Law?
(Philadelphia: Westminster, 1978), Hal. 27-28
[8] Makmur Halim, Model-model Penginjilan Yesus, Gandum
Mas, 2003, Hal. 245-250
[9] Edmund. Wonga, Pustaka Teologi
dasar-dasar misiologi. Yogyakarta: Kanisius, 2006
[10] Stefan Leks, Tafsiran Injil Lukas, Yogyakarta: Kanisius, 2007, Hal. 15
[11] Edmund. Wonga,
Pustaka
Teologi dasar-dasar misiologi. Yogyakarta: Kanisius, 2006, Hal. 87
[12] Makmur Halim, Model-model Penginjilan Yesus, Gandum
Mas, 2003, Hal. 372-377
[13] Makmur Halim, Model-model Penginjilan Yesus, Gandum
Mas, 2003, Hal. 734
0 Comments