Imam
Kata Imam dalam Bahasa Ibrani ×›ֹּ×”ֵן muncul dua puluh tiga kali, hanya dalam bentuk
Piel. Kata ini diterjemahkan sebagai “pelayan dalam jabatan imam,” atau
“melayani sebagai imam.”[1] Dalam
sejarah fenomenologi agama imam adalah imam orang yang dikhusukan bagi tugas –
tugas religious terutama yang berkaitan dengan ibadat umum. Selain itu, dalam
perkembangan sejarah Gereja Katolik dan Gereja – gereja Timur, para imam adalah
orang – orang yang mendapatkan kuasa untuk memulai tugas sucinya dalam upacara
penahbisan dengan menerimakan pengurapan sakramen Imamat. Melalui sakramen
tahbisan imam diberi kuasa untuk mewartakan Sabda Allah, menguduskan umat Allah
dan memimpin umat.
Imamat Dalam
Perjanjian Lama
Imam
dalam Perjanjian Lama sangat dipengaruhi oleh perjalanan bangsa Israel. Perjalanan
bangsa Israel sangat diwarnai gagasan dan kehidupan imam. Dalam tradisi kuno di
Israel,setiap kepala keluarga atau kepala suku berhak menjalankan fungsi
imamat. Fungsi tersebut selalu diwariskan kepada keturunannya dan dihubungkan
dengan beberapa keluarga imam mulai dari Yonatan bin Gerson bin Musa di Dan
(Hak. 18:30). Fungsi imamat kepala suku atau kepala keluarga dalam hal ini
adalah mempersemahkan korban kepada Allah (Kejadian 22:2; 31:54). Dalam
perkembangan selanjutnya Harun dari suku Lewi, diperintahkan oleh Yahweh kepada
Musa untuk memberkati suku Lewi (Ulangan 33:8-11). Secara khusus saat
penahbisan imam Harun dan anak – anaknya (Bilangan 8:1-9, 24). Kemudian
keluarga Harun dari suku Lewi menjalankan fungsi imamat bagi bangsa tersebut.
Sejak zaman Raja Salomo hanya keturunan Zadok yang boleh menjalankan tugas
imamat di Bait Allah. Fungsi – fungsi yang lebih rendah dikerjakan oleh para
Lewit. Dalam PL menekankan permisahan antara imam dan umat. Imam disucikan bagi
Allah.
Jabatan Imam
Sejarah
Jabatan Imam dalam Alkitab
Mulai
dari Kitab Kejadian Allah telah memilih seorang Imam. Melkisedek adalah Imam
bagi Allah yang pertama. Pada masa Abraham, Melkisedek telah memisahkan drii
sepenuhnya untuk khusus melayani Allah.
a. Mulai dari Kitab Kejadian Hingga kenaikan
Tuhan
Mulai
dari Kitab Kejadian hingga bani Israel mendirikan kerajaan selalu ada imam.
Pada saat Tuhan dating ke bumi hinggan kenaikan – Nya, tetap ada insan. Di
bumi, keimaman ini berlangsung demikian lamanya. Alkitab juga mewahyukan kepada
manusia, setelah kenaikan Tuhan Yesus ke surge, justru Ia sendiri menjadi imam
dihadapan Allah. Dengan demikian Tuhan Yesus disurga mutlak melayani. Pada
zaman gereja terlihat Nampak terus pemakaian jabatan imam.
b. Pada Kerjaan seribu Tahun
Pada
awal kerjaan seribu tahun, orang – orang yang partama kali dibangkitkan,
semuanya menjadi imam – imam Allah dan Kristus, bahkan akan memerintah sebagai
raja bersama Kristus selama seribu tahun (Wahyu 20:6). Jadi, selama seribu
tahun itu anak – anak Allah tetap menjadi imam – imam Allah dan Kristus.
Ditinjau dari pihak Allah, mereka menjadi imam. Jabatan imam tidak pernah
berubah, diperuntukan untuk melayani Allah.
c. Pada langit baru dan bumi baru
Istilah
imam ini baru tidak Nampak ketika tibanya langit baru dan bumi baru. Pada waktu
itu segenap anak – anak Allah, segenap hamba Allah, tidak melakukan hal lain
selain melayani Dia. Ini berarti di sana anak – anak Allah akan tetap melayani
Allah.
Jadi, disini
Nampak satu perkara yang sangat ajaib, yakni jabatan imam ini di mulai dari
Melkisedek yang tidak bersilsilah, tidak berawal, tidak berkesudahan, dan tidak
bersejarah, hingga pada zaman seribu tahun. Dengan demikian memiliki arti
sesengguhnya, jabatan imam berlangsung terus sampai pada kekekalan.[2]
Tugas Imam
dan orang Lewi
Tugas
imam dan orang Lewi merupakan ketetapan Allah. Allah mengangkat imam – imam
dari suku Lewi dan membuat para imam memfokuskan pikiran pada pekerjaan
pelayanan Allah (Bilangan 3:5 – 10). Pada saat mengangkat imam, Allah membuat perjanjian dan ketetapan
untuk selama – lamanya (Kel. 27:21, 28:1-3; Neh 13:29; Yer 33:21; Mal 2:4, 5,
8). Oleh sebab itu, peraturan untuk
penyembahan ditetapkan dan upacara penahbisan dilaksanakan (Im 1 – 8). Mengenai
peraturan untuk penyembahan dan perjanjian dengan imam.
Tugas
orang Lewi dan Imam dengan berfokus pada 24 rombongan. Di dalam 1 Tawarikh
pasal 22 – 29 berisikan tentang permohonan terakhir yang diberikan Daud sebagai
wasiat kepada Salomo, anaknya yang akan mewarisi takhta kerjaannya, dan kepada
umat Israel (1 Tawarikh 22:6, 17, 23:1). Sebagian besar isi dari pasal – pasal
tersebut adalah mengenai pembangunan Bait Suci dan peraturan penyembahan di
dalam Bait Suci. Pada pasal 22 berisikan tentang persiapan dan penyemangatan
untuk mendirikan Bait Suci, pasal 23 adalah silsilah orang Lewi yang menjadi
pelayan di Bait Suci. Pasal 24 adalah silsilah Imam dan silsilah keturunan Lewi
lainnya. Pasal 25 adalah silsilah paduan suara, pasal 25 adalah silsilah para
penunggu pintu (penjaga pintu).
Pertama, Daud mengatur tugas dan
struktur orang Lewi yang menjadi pelayan di Bait Suci dan para Imam. Daud
mengatur ulang struktur pasukan dan struktur administrasi (1 Tawarikh 27:1 –
24). Perbuatan ini memperlihatkan imam Daud yang sesungguhnya yang lebih
mengutamakan Bait Suci dan penyembahan kepada Allah daripada pertahanan dan
struktur administrasi negara. Dalam tahun terkhir hidupnya Daud dengan segenap
hati dan kekuatannya menyediakan hal – hal yang diperlukan dalam pembangunan
Bait Suci yang telah didambakannya seumur hidupnya. 1 Tawarikh 22:5, “Karena
piker Daud: Salomo anakky masih muda dan kurang berpengalaman, dan rumah yang
harus didirikannya bagi Tuhan haruslah luar biasa besarnya sehingga menjadi
kenamaan dan termasyur di segala negeri; sebab itu baiklah aku mengadakan
persediaan baginya.” Lalu Daud membuat sangat banyak persediaan sebelum ia
mati.” Dengan sangat antusias mencintai Daud menyiapkan seluruh bahan dan
segala yang dibutuhkan untuk pembangunan Bait Suci (1 Tawarikh 29:2).
Antusiasme
Daud yang mencintai Bait Allah tidak hanya sebatas menyiapkan materi. Daud juga
mempersiapkan dengan terperinci penyembahan dan pelayanan di Bait Allah yang
akan dijalankan setelah Bait Allah selesai dibangun. Meskipun Daud sudah tua ia
penuh dengan ketulusan dalam pekerjaan mengatur rombongan imam dan orang Lewi
yang akan melayani di Bait Suci serta membagi – bagikan dan membenahi tugas
para imam. Sampai akhir hidupnya Daud menjalani kehidupan yang diberkati, yang
hanya mencari kemuliaan Allah.
Sistem Pelayanan di Bait Suci yang dibuat Daud
dan berpusatkan pada orang – orang Lewi.
Pertama, system pelayanan dalam Bait
Suci menjelang akhir hidupnya Daud memberikan rancangan Bait Suci kepada Salomo
anaknya, yang diperlihatkan Tuhan ( 1 Tawarikh 22:3), menjelaskan mengenai
rombongan imam dan orang Lewi serta segala pekerjaan untuk ibadah di rumah
Tuhan (1 Tawarikh 28:13). Daud tidak hanya dengan kesungguhan menyiapkan segala
bahan dan materi yang diperlukan untuk pembangunan Bait Suci, melainkan Daud
juga mengatur orang – orang Lewi, imam, paduan suara, dan penjaga pintu ke
dalam 24 rombongan agar bisa membaktikan diri untuk melayani di Bait Suci.
Pada
masa senja hidupnya pun (1 Tawarikh 23:1), sambal Daud memandang dengan mata
iman pada Bait Suci mulia yang akan diselesaikan di kemudian hari di dalam
Perjanjian Allah, dan penyembahan yang akan dilakukan disana, Daud
mempersiapkan tanpa istirahat agar semuanya bisa berjalan tanpa cela. Lewat hal
itu tamplah hati yang penuh kesungguhan, semangat yang membara, dan aroma wangi
iman yang diberkati dari Daud yang menyiapkan terlebih dahulu dengan terperinci
dan hari – hati demi generasi berikutnya.
Kedua, system pelayanan di Bait Suci
diperintahkan oleh Allah. Pada tahunnya yang terakhir, sambal memberikan takhta
kerajaan kepada anaknya Salomo, Daud mengumpulkan dan menghitung seluruh
pembersar Israel, imam, dan orang Lewi, dan mengatur rombongan untuk pelayanan
di Bait Suci (1 Tawarikh 23 – 26). Seperti Allah mengarahkan Daud tentang besar
dan rancangan Bait Suci serta system pelayanan untuk melayani Allah di Bait
Suci oleh orang Lewi, Imam, paduan suara dan penjaga pintu. Oleh karena itu,
kepada Salomo, Daud menjelaskan satu demi satu secara terperinci tentang
rancangan Bait Suci yang diterimanya dari Allah, juga rombongan – rombongan para
imam dan para orang Lewi dan mengenai segala pekerjaan untuk ibadah di ruamah
Tuhan dan segala perkakas untuk ibadah di rumah Tuhan (1 Tawarikh 28: 12-13).[3]
Pada
masa Perjanjian Lama, imam besar adalah jabatan rohani yang tertinggi,
khususnya di Bait Suci dan berkenan dengan penyelenggaraan upacara persembahan
kurban. Imam besar harus berasal dari keturunan Harun. Imam besar bertanggung
jawab menjadi pengantara umat dengan Allah. Sebagai orang yang melayani di
tempat kudus, penghidupan imam besar dan imam – imam dari suku Lewi berasal
dari persepuluhan suku – suku lain, karena tidak mendapatkan warisan tanah untu
dikelola.[4]
Konsep Imam
dalam Perjanjian Baru & Penggilan kepada Gembala (Imam)
Pada
masa Perjanjian Baru, Yesus mengakui kekuasaan keimaman Yahudi (Markus 1:44;
Lukas 17:14; bandingkan Imamat 13:49). Lukas mengadakan kritik secara tidak
langsung atas para imam dan Kaum Lewi (Lukas 10:31 – 32), tetapi Lukas juga
mengatakan bahwa banyak imam yang mulai percayakan Yesus (Kisah Para Rasul
6:7). Para rasul dan para pembantunya tidak pernah disebut sebagai imam. Yang
disebut adalah sebagai para penatua dan para rasul. Ini adalah pengawas jemaat
(Kis. 20:17), berkhotbah, mengajar ( 1 Timotius 5:17) dan mengolesi orang –
orang sakit (Yakobus 5:14).
Setelah
Perjanjian Baru masuk kepada zaman gereja mula – mula hingga pada saat ini
gereja itu juga berbicara mengenai gedung yang terdapat seorang gembala yang
menggembalakan domba Tuhan dengan memiliki fungsi yang sama dengan Imam.
Panggilan menjadi imam merupakan kasih karunia Allah baik untuk pribadi yang
dipangil untuk gereja, sebab melalui tangannya misi Yesus Kristus diteruskan
sampai saat ini.[5]
Mengingat keluhuran panggilan imam, gereja tidak bisa berdiam diri dan hanya
menungu kemunculan benih panggilan dari para anggotanya. Tanggung jawab besar
bagi kelahiran dan pertumbuhan panggilan harus diupayakan secara khusus lewat
pendampingan terhadap generasi muda. Hal ini mendikasikan bahwa panggilan
cenderung sudah mulai tampil dalam diri seseorang sejak pada masa mudanya.[6]
Karakteristik Seorang Pemegang Jabatan Imam
Masa Kini
a. Seorang Imam memegang fungsi sacramental
Seorang imam ditahbiskan dan ditugaskan oleh
gereja dengan keseluruhan sedemikian rupa dipercayakan kepada imam di tingkat
tertinggi dari intensistas sacramental yang ada di dalamnya. Pelayanan ibadah
sacramental dan tugas pastoral adalah pelayanan yang berwibawa.[7]
Sesuatu hal yang menakjubkan dan lebih diberkati sebagai pelayanan imam melalui
imam Tuhan memberi asupan rohani bagi kawanan domba-Nya dan percaya. Seorang
imam menerima kuasa dalam sakramen pembaptisan, rekonsiliasi, dan menguduskan
ekaristi sebagai inti dan elemen spesifik kehidupan gerejawi. Sakramen
pembaptisan, terjadi ketika mengalami pertobatan kepada Kristus, kelahiran baru
dan menerima karuni Roh Kudus, tubuh dan darah Kristus yang diterima sebagai
makanan, telah menjadikan kudus dan tanpa cela (Efesus 1:4; 5:27).
b. Seorang Imam harus berkarakter Kristus
Imam sangat
identic dengan pelayanan Yesus dengan melakukan segenap hati, melakukan pelayan
dengan penuh kasih. Yesus meminta kepada Petrus membuktikan bahwa Petru
mengasihi Yesus. Rasul Petrus membuktikan kasihnya kepada Yesus dengan
menggembalakan domba – dombaNya (Yohanes 21:15). Yesus sedang mengajarkan
sesuatu pelajaran penting, bahwa Yesus mengajarkan Petrus dan para imam untuk
memiliki kasih dan semangat yang sama dalam melayani. Hal ini menunjukkan bahwa
bukti dari kasih seorang imam kepada Allah adalah menggembalakan umat Tuhan. [8] Imam
harus meneladani kebaikan dan karakter Kristus yang mengorbankan dirinya untuk
memelihara dombanya.
[1]
Kutipan Bibliography: AI, pp.
345-405. Payne, J. B., Theology of the Older Testament, Zondervan, 1971, pp.
372-80. Richardson, TWB, pp. 210-11. TDNT, III, pp. 260-63. J.B.P.
[2]
Watchman Nee, Seri Pembinaan Jabatan Imam, Yasperin, 2020.
[3]
Pdt, Abraham Park, D.Min., D.D, yang dijanjikan dengan sumpah (Silsilah Imam
Besar dilihat dari sudut pandang sejarah penebusan), Jakarta selatan; Yayasan
Damai sejahtera utama, 2016.
[4]
Pquluw kunto bakoro, Konsep Imam dan Jabatan Imam pada Masa Intertestamental,
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No. 1 September 2020, halaman 83.
[5]
Yohanes Paulus II, Surat kepada semua imam gereja pada kesempatan kamis suci
1979 (Jakarta dokpen MAWI, 1979), halaman 4.
[6] Doni
Malau, Panggilan imam dalam reksa pastoral gereja menurut dokumen – dokumen
gereja,
[7]
Santi, Vocation and Spiritual Qualities of Priest, Canon Condition for the
Effective Pastoral Missionary Work Cosmin Santi, halaman 138.
[8]
Arozatulo Telaumbanua, Peran Gembala siding sebagai pendidik dalam pertumbuhan
Rohani Jemaat, Fidei: Jurnal Teologi sistematika dan praktika 2, No. 2 2019.
0 Comments