A. Doktrin dosa
DOSA adalah tema besar dalam Perjanjian Lama. Sangatlah mudah untuk menemukan ayat - ayat dalam Perjanjian Lama yang merujuk pada dosa. De Vries mengatakan "Hanya ada beberapa pasal yang tidak berisi tentang reverensi tentang apa itu dosa atau apa yang dilakukannya". C. R. Smith menunjukkan bahwa PL memiliki lebih banyak istilah yang menunjukkan kejahatan, dari pada menunjukkan kebaikan.
Ada empat faktor yang berkontribusi pada dilema modren mengenai sifat dosa yakni:
1. Munculnya teori evolusi
Masyarakat modern menganggap bahwa dosa adalah bagian dari hakekat alamiah manusia. Menurut para evolusionist dosa hanya adalah sisa - sisa kebinatangan manusia yang terbentuk dari binatang. Akibatnya, dosa diberi istilah lain yang lebih ringan hakekat kerusakannya dari pemahaman dalam Perjanjian Lama, yaitu disebut kriminal, ancaman, kesalahn, ketidakstabilan mental.
2. Pengaruh teori Karl Marx
Sikap dan tingkah laku dan nilai - nilai yang dipunya manusia senantiasa berkaitan erat dengan ekonomi sosial, dengan demikian dosa adalah akibat ekonomi.
3. Psiko analisa Freud/Jung
Dosa tidak lebih daripada kelainan secara psikologis yang dialami oleh manusia sehingga penyaluran terhadap kebutuhan psikologi merupakan solusi bagi dosa.
4. Pesimisme, Radikalisme dunia sekuler
Menyederhanakan dosa dengan masalah - masalah sekularisme.
B. Hakekat Dosa
Perjanjian Lama tidak memberikan defenisi tentang dosa secara jelas, karena memang tujuannya bukan untuk menjelaskan dosa secara teori, tetapi Alkitab menaruh perhatian terhadap tindakan konkrit dan akibat yang disebabkan oleh dosa. Alkitab tidak menjelaskan definisi dosa secara komprehensif, tetapi Alkitab menjelaskan dosa dalam tiap tindakan, kondisi dan niat.
Pertanyaan yang sering muncul berkenaan dengan hakekat dosa: Apakah dosa dalam Perjanjian Lama adalah tindakan atau kondisi? Biasanya untuk menjawab pertanyaan ini, bisa dua - duanya, dimana ada perbuatan, tindakan kejahatan maka akan mengahasilkan suatu kondisi berdosa. Eichrodt berkata, di belakang dosa ada dosa artinya kondisi yang salah dari sifat manusia.
Definisi dosa adalah: Pemberontakan melawan Allah, bukan hanya dosa moral, tetapi seluruh dosa moral yang sekalipun diakui secara agama. Dosa adalah tindakan secara sadar atau keadaan permusuhan terhadap Tuhan. Dosa dalam pengajaran Perjanjian Lama dan Baru, adalah kondisi dan perbuatan manusia secara sadar menentang Allah.
Dosa dalam Perjanjian Lama lebih dari tindakan yang salah atau berbahaya atau sikap yang salah. Ini melibatkan seluruh pribadi (Daging, roh, hati, dan jiwa). Dosa tidak dapat dijelaskan secara sepihak sebagai nafsu birahi atau sebagai gangguan psikologis. Dosa memiliki dimensi spiritual maupun fisik dan mental dalam Perjanjian Lama.Orang tidak berdosa berharap hanya satu bagian dari sifat mereka (Pikiran atau tubuh), tetapi diri total terlibat dalam setiap dosa (Matius 5:27 - 28).
Hakekat dosa dalam Perjanjian Lama nampak dalam berbagai istilah yang dipakai. Berbagai pendekatan telah dilakukan oleh para teolog untuk menjelaskan hakekat dosa. Berbagai stusi etimologis untuk mengklasifikasi dosa.
a. Istilah Umum (r'a "buruk", rasa "jahat", dan asam "bersalah"
b. Metafora (hata, awon dan awla "Meleset dari sasaran", abar untuk menyebrang, sagah dan ta'ah "berbuat salah", sesat. Pesa, marah, marad, sarar "memberontak", ma'al, bagad, "Bertindak dengan licik, hanap, menyingkir dari sebagai pemberontak atau murtad, aven, masalah, beliya'al "tidak berharga", sliqqus, to ebah, "Kekejian", yang memuakkan.
c. Berlawanan
Istilah yang berlawanan dengan kata - kata utama yang digunakan untuk menggambarkan Allah : Benar, Suci, murni, bijaksan, dan mulia. Kata yang berlawanan dengan hal itu adalah: rasa, "Jahat", halel, "profan", tame, " haram atau najis", kesel, "Kebodohan", dan boset, harap, kalam, "malu". Bukan kebetulan, kosa kata Perjanjian Lama yang kaya tentang dosa menjelaskan ke dalam dan dampak yang luas dari dosa sebagaimana yang telah dialami manusia sepanjang abad hingga saat ini.
C. Asal usul dosa
Pertanyaan yang sangat relevan dinyatakan saat ini yakni: Darimanakah asal usul dosa? Jika penciptaan manusia pada awalnya baik dan sekarang adalah buruk atau jahat, bagaimana dan kapan perubahan itu terjadi? Bagaimana alam dan manusia bergerak dari baik ke jahat? Jawaban klasik untuk pertanyaan itu adalah "Kejatuhan" atau "dosa asal", tetapi Perjanjian Lama tidak pernah menggunakan isitilah - istilah ini.
Perjanjian Lama memuat satu narasa Kejadian 3 yang menceritakan tentang titik balik yang menentukan dalam kehidupan pasangan manusia pertama, yang dengannya sejarah manusia, menjadi sejarah manusia. Narasi Kejadian pasal 3 yang menceritakan tentang titik balik yang menentukan dalam kehidupan pasangan manusia pertama, yang dengannya sejarah umat manusia, menjadi sejarah dosa. Kemudian dosa itu menyebar dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun, itu tidak menunjukkan dengan tepat sumber dari masuknya dosa ke dunia selain dalam pilihan bebas Hawa dan Adam untuk tidak menaati Tuhan atas bisikan ular. Perjanjian Lama tidak mengatakan bahwa ular itu adalah iblis, Setan atau sumber dosa. Meskipun Perjanjian Lama tidak menyebut ular iblis atau setan, Perjanjian Baru menyebutkannya.
Dua kali dalam Kitab Wahyu dicatat "Naga besar..., ular tua itu, yang disebut sebagai iblis dan setan (Wahyu 12:9; 20:2). Tampaknya penulis Alkitab menggabungkan peran ular dalam Kejadian 3 dengan peran iblis yang berperang melawan orang - orang kudus dan melemparkan untuk melakukan kehancurannya di bumi (Wahyu 11: 7; 12:1 - 9).
Meskipun Asal usul dosa yang tidak dijelaskan oleh Perjanjian Lama secara eksplisit, namun sebaliknya konteks awal terjadinya dosa itu dalam kehidupan manusia berada dalam suatu kondisi hidup "Berkelimpahan". Kondisi ini dijelaskan tindakan - tindakan Allah atas hidup manusia:
- Manusia diciptakan dalam suatu lingkungan yang "Sungguh amat baik" segala sesuatu yang dicipatkan bagi manusia
- Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yang membedakan manusia itu dengan segala ciptaan lainnya
- Hubungan manusia dan komunikasi yang intim dengan Allah.
- Manusia diberikan tugas sebagai penatalayanan seluruh ciptaan Allah
- Allah menciptakan seseorang penolong yang sepadan yang dibutuhkan oleh manusia (Adam).
- Manusia diberikan kebebasan (Boleh....bukan ...jangan). Untuk memakan semua pohon yang diciptakan Tuhan (Kejadian 2:16). Manusia berada dalam suatu kondisi dimana ia mengalami kepenuhan kelimpahan berkat Tuhan. Kondisi ini secara jelas menunjukkan betapa jahatnya perbuatan dosa manusia yang tidak berterima kasih kepada Tuhan pencipta dan pemeliharanya.
0 Comments